Pidato Prabowo Soal LSM Dinilai Menyesatkan, Ancam Kebebasan Sipil

Presiden RI, Prabowo Subianto. (Foto: Instagram/@prabowo)

PARBOABOA, Jakarta – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut LSM sebagai pengadu domba menuai kecaman dari berbagai kalangan.

Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan pernyataan tersebut, terutama karena disampaikan pada momentum Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2025.

Di tengah semangat demokrasi dan keterbukaan, ucapan itu dinilai tidak hanya keliru, tetapi juga berbahaya bagi iklim kebebasan sipil di Indonesia.

Dalam pernyataan tertulisnya pada 4 Juni 2025, Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan bahwa peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak bisa diremehkan.

Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, LSM telah menjadi aktor penting dalam menjaga kesehatan demokrasi.

Mereka menjadi suara rakyat dalam mengawasi jalannya pemerintahan, mengkritisi kebijakan, hingga memperjuangkan keadilan sosial dan lingkungan.

Pernyataan Prabowo dianggap tidak sejalan dengan semangat zaman yang semakin menghargai peran masyarakat sipil.

Di level internasional, LSM telah diakui dalam berbagai instrumen hukum sebagai kekuatan yang memperkuat demokrasi, kebebasan berekspresi, dan hak asasi manusia.

Koalisi menilai bahwa pernyataan Presiden itu ahistoris—mengabaikan sejarah panjang perjuangan LSM di tanah air.

LSM di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menentang otoritarianisme, melawan korupsi, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Bahkan ketika sistem check and balances melemah karena kuatnya kepentingan elite, LSM tetap hadir sebagai benteng terakhir bagi suara rakyat.

Dalam situasi politik yang kian tertutup, keberadaan LSM menjadi kunci dalam memastikan bahwa kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang.

Ketika sistem formal tidak lagi efektif menjalankan fungsi pengawasan, peran masyarakat sipil menjadi semakin krusial.

Mengancam Kebebasan Sipil

Lebih jauh, tudingan terhadap LSM dianggap sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat—hak-hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 secara tegas menjamin partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan perjuangan hak-haknya.

Dengan kata lain, LSM bukan sekadar lembaga, tetapi manifestasi langsung dari hak konstitusional rakyat.

Menyudutkan keberadaan mereka sama saja dengan menolak prinsip negara hukum yang demokratis.

Koalisi memperingatkan bahwa sikap anti-LSM adalah ciri khas rezim yang alergi terhadap pengawasan publik.

Ketika pemerintah menolak diawasi, potensi penyalahgunaan kekuasaan pun menjadi sangat besar. Ini bisa menjadi sinyal kuat mengarah pada pemerintahan yang otoriter dan anti-kritik.

Pernyataan tersebut diteken oleh sejumlah tokoh dari organisasi-organisasi yang selama ini aktif memperjuangkan hak asasi manusia, lingkungan, dan keadilan sosial.

Adapun yang hadir dalam koalisi ini antara lain Ardimanto dari IMPARSIAL, Julius Ibrani dari PBHI, Bhatara Ibnu Reza dari DeJuRe, M. Islah dari WALHI, Daniel Awigra dari HRWG, Wahyudi Djafar dari Raksha Initiatives, serta Al Araf dari Centra Initiative.

Mereka menyuarakan suara bersama masyarakat sipil, seraya mengingatkan bahwa demokrasi tidak boleh dibiarkan menyusut tanpa kritik dan perlawanan dari elemen-elemen masyarakat yang peduli terhadap masa depan bangsa.

Dengan bergandengan tangan, koalisi ini berharap agar suara mereka menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS