Pilkada Pematangsiantar 2024, HIMAPSI: “Rasa” Lebih Penting Dibandingkan Isu Putra Daerah

Ketua Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (HIMAPSI) Kota Pematangsiantar, Dedy Wibowo Damanik saat diwawancarai PARBOABOA. (Foto: PARBOABOA/Ronald Sibuea)

 

PARBOABOA, Pematangsiantar – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Pematangsiantar, berbagai isu mulai bermunculan. Beberapa di antaranya adalah isu putra daerah.

Wacana memilih pemimpin yang berasal dari putra daerah atau putra asli Pematangsiantar dinilai tidak lagi relevan dalam Pilkada Pematangsiantar 2024.

Ketua Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (HIMAPSI) Kota Pematangsiantar, Dedy Wibowo Damanik mengungkapkan bahwa isu atau slogan yang mengatasnamakan putra daerah atau putra asli Simalungun tidak layak lagi dibawa-bawa dalam kontestasi Pilkada.

Namun, Dedy Wibowo damanik membantah adanya keinginan bahwa Pematangsiantar akan dipimpin oleh putra asli Simalungun.

“Ada kerinduan? Ada. Tapi belum tentu karena dia Simalungun lalu dipastikan memiliki niat untuk membangun,” ungkap Dedy Wibowo Damanik kepada PARBOABOA, Kamis (27/06/2024).

Dedy Wibowo Damanik dan HIMPASI mengapresiasi segala keinginan sosok bakal calon Walikota Pematangsiantar nantinya. Apalagi jika ada sosok calon yang memang memiliki darah Simalungun.

“Kalaupun ada orang Simalungun dengan niatnya untuk membangun, silakan. Kalau nantinya ada niat buruk, lawannya bukan hanya rakyat, tetapi leluhur yang meninggalkan daerah ini dengan baik yang akan menjadi lawannya,” jelas Dedy.

Menurutnya, Pematangsiantar harus dipimpin oleh sosok yang kompeten dan punya niat baik untuk Kota Pematangsiantar, tidak cukup hanya karena tempat lahir, tempat tinggal atau bahkan suku.

“Kita butuh sosok yang punya ‘rasa’ yang peduli akan Kota Pematangsiantar, terutama yang bisa menjaga kearifan lokal. Bukan hanya karena kepentingan pribadi atau kelompoknya,” tutur Dedy.

Dedy Wibowo Damanik menambahkan, di Kota Pematangsiantar yang terkenal akan kota toleransi, siapa saja termasuk putra daerah atau bahkan pendatang bisa mengikuti kontestasi Pilkada asal memahami kultur di Pematangsiantar.

“Raja Sangnaualuh yang bermarga Damanik, dulu membuka pintu untuk para pendatang tinggal di Pematangsiantar. Kami juga harus menjalankan itu,” tambahnya.

Rekam jejak seharusnya menjadi faktor utama yang harus diperhatikan oleh para pemilih. Dedy mengajak para pemilih untuk tidak sekadar larut dengan status atau isu yang dibawa oleh para bakal calon.

“Siantar adalah kota yang heterogen. Tugas mereka yang akan naik adalah bagaimana menyatukan semua elemen, bukan hanya mengakomodir satu kelompok saja,” pungkasnya.

Pengamat Politik Sumatera Utara, Sohibul Anshor Siregar juga membenarkan pernyataan HIMAPSI meski sangat berisiko.

Menurutnya, Pilkada merupakan urusan otonomi daerah. Kandidat yang maju seharusnya sudah mengenal daerah yang akan dipimpinnya.

Selain itu, masyarakat juga harus sudah mengenali kandidat yang akan memimpinnya kelak.

“Jika otonomi daerah masih mengandalkan dropping kandidat dari daerah lain, itu berarti pengakuan atas kegagalan pemerintah dan semua stakeholder dalam menjalankan filosofi dan prinsip otonomi daerah tersebut,” papar Shohibul Anshor Siregar kepada PARBOABOA, Senin (08/07/2024).

Shohibul Anshor Siregar menambahkan, memperoleh pemimpin yang berintegritas adalah hak konstitusional daerah. Kemudian, hal tersebut nyaris mustahil dipenuhi dengan menggunakan mekanisme dropping.

Ia mengajak elemen masyarakat untuk berani menyuarakan secara nasional bahwa Pilkada bukan agenda rutin memilih calon yang ditentukan oleh pimpinan partai politik (parpol) di Jakarta yang umumnya hanya memberlakukan dua syarat, yaitu uang persembahan dan faktor kedekatan.

Civil society di daerah termasuk organisasi sosial kemasyarakatan perlu melakukan konvensi rakyat untuk mengevaluasi kepemimpinan lima tahun berlalu. Mengidentifikasi permasalahan kontemporer dan merumuskan kerangka pemikiran yang mengerucut menjadi program prioritas lima tahun ke depan,” paparnya.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) harus dibaca secara kritis dibandingkan berkutat pada arus politik yang mengglorifikasi figur tertentu.

Elite di Jakarta harus disadarkan bahwa daerah, termasuk Pematangsiantar, bukanlah ‘wilayah jarahan’ tak ubahnya dulu Van der Capellen mengklaim wilayah kaya raya ini sebagai miliknya,” tegas Shohibul Anshor Siregar.

Menurutnya, merdeka itu semestinya diwujudkan dengan positioning kedaulatan rakyat. Bukan malah mengulang mekanisme yang tidak memberikan sesuatu atas perbaikan nasib rakyat.

“Isu paling krusial di Indonesia saat ini adalah konsolidasi kepemimpinan konstitusional dan itu wajib disuarakan sekeras-kerasnya dari Pematangsiantar,” tandasnya.

Editor: Fika
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS