PARBOABOA Jakarta – Perdana Menteri (PM) Belanda mengungkapkan permintaan maafnya terhadap negara Suriname, Afrika Selatan, Indonesia, dan Pulau Curacao di Karibia, mengenai perbudakan yang dilakukan Belanda selama 250 tahun.
Dilansir dari sumber AFP pada Senin (19/12/2022), Rutte meminta maaf atas peran Belanda dalam perdagangan yang mengakibatkan kesengsaraan selama berabad-abad.
"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya di Den Haag seperti yang dilansir dari sumber AFP.
Dia juga mengatakan jika tindakan negaranya selama berabad-abad merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," lanjutnya.
Selain itu, pemerintahan Belanda juga berencana mengadakan perayaan 150 tahun pembebasan dari perbudakan yang akan digelar pada perayaan tahunan yang biasa disebut “Keti Koti” yang berarti memutus rantai dalam Bahasa Suriname.
Perayaan tersebut pun disampaikan oleh Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri Belanda setelah melakukan kunjungannya ke tujuh tempat bekas koloni Belanda di Amerika Selatan dan Karibia.
"Proses akan dimulai menuju momen penting lainnya pada 1 Juli tahun depan,” kata Wakil Perdana Menteri Belanda.
Kendati demikian, acara perayaan tersebut rupanya menimbulkan kontroversi dari kelompok negara yang mengalami perbudakan oleh Belanda. Kelompok tersebut menilai jika langkah Belanda mengambil keputusan untuk mengadakan perayaan tersebut terlalu terburu-buru.
Sebagai informasi, permintaan maaf Belanda terhadap negara-negara yang pernah dijajahnya merupakan dorongan dari gerakan Black Lives Matter yang ada di Amerika Serikat. Gerakan Black Lives Matter merupakan gerakan anti-diskriminasi besar di seluruh dunia.