PARBOABOA, Kazakhstan - Demo besar-besaran yang terjadi di Kazakhstan masih belum mereda setelah berhari-hari. Bahkan para pendemo semakin beringas dan tidak terkendali.
Menanggapi situasi tersebut, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengeluarkan perintah yang memperbolehkan para petugas keamanan menembak para pendemo tanpa peringatan.
Perintah ini dikeluarkan karena dicurigai sebanyak 20.000 orang pendemo tersebut adalah bandit dan teroris yang menyerang pusat keuangan dan merusak property negara di Almaty salah satu kota terbesar di negara tersebut.
"Para militan belum meletakkan senjata mereka, mereka terus melakukan kejahatan atau sedang mempersiapkannya. Perang melawan mereka harus dilakukan sampai akhir. Siapa pun yang tidak menyerah akan dihancurkan," kata Tokayev di televisi pemerintah.
Mengutip ABC News, 28 polisi meninggal dunia selama mengamankan kericuhan dan yang paling mengenaskan adalah petugas yang ditemukan tewas dengan dipenggal.
Untuk mengamankan kericuhan tersebut petugas keamanan Kazakhstan telah mendapat bantuan dari pasukan terjun payung Rusia dan pasukan keamanan yang dikirim oleh Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang merupakan pasukan keamanan perdamaian yang dibentuk oleh enam negara bekas Soviet, yaitu Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, Rusia, dan Tajikistan.
Atas bantuan tersebut Tokayev berterima kasih kepada Presiden Vladimir Putin serta para pemimpin China, Uzbekistan dan Turki atas bantuan yang dikirimkan untuk mengamankan para pemberontak tersebut.
Kericuhan yang pecah di Kazakhstan ini terjadi sebagai protes atas kenaikan harga LPG yang digunakan untuk bahan bakar mobil, padahal cadangan energi di negara tersebut sangat besar, merupakan negara eksportir minyak dan gas. Selain itu, kenaikan harga LPG tersebut juga berdampak pada kenaikan harga makanan dan kebutuhan lainnya.
Kericuhan tersebut merupakan kerusuhan terburuk yang terjadi di negara bekas Uni Soviet tersebut sejak 30 tahun kemerdekaannya.