PARBOABOA, Kolombo - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pada Rabu (13/7/2022) pagi waktu setempat kabur ke luar negeri di tengah krisis yang sedang melanda negaranya.
Dilansir Associated Press, mengutip keterangan pejabat imigrasi, presiden 73 tahun itu pergi ke Kota Male, Maladewa, bersama istri dan dua pengawal pribadinya dengan menumpang pesawat Angkatan Udara Sri Lanka.
Gotabaya kabur usai rumahnya digeruduk dan diduduki warga yang marah akibat krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara. Negara itu bahkan tak lagi mampu membeli makanan dan BBM dari luar negeri.
Presiden dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebelumnya berjanji untuk mengundurkan diri setelah pemerintahan baru dibentuk.
Parlemen setuju untuk memilih presiden pekan depan, tetapi pada Selasa kemarin mereka mengalami kesulitan dalam membentuk pemerintahan yang bisa kembali mengangkat negara keluar dari jurang krisis ekonomi.
Janji pengunduran diri presiden dan PM seolah tidak ada artinya untuk menangani krisis. Sementara rakyat bersumpah untuk terus menduduki rumah presiden hingga ia benar-benar lengser.
Rakyat Sri Lanka sejak Sabtu sudah menduduki rumah presiden dan PM. Mereka menjadikannya tempat wisata, mengingat kemewahan yang ditawarkan di sana.
Warga berfoto, berenang, menggunakan peralatan fitness, dan bahkan berpura-pura pidato jadi presiden di rumah mewah itu.
Meski Parlemen setuju untuk menunjuk presiden baru, tetapi mereka belum memutuskan siapa yang bakal menjabat sebagai PM.
Presiden terpilih nantinya akan meneruskan masa jabatan Rajapaksa hingga 2024. Ia juga berpotensi untuk bisa menunjuk langsung PM baru dengan persetujuan Parlemen.
Dan karena Rajapaksa sudah melarikan diri, maka PM Wickremesinghe terpaksa menggantikannya sementara. Tetapi langkah itu makin menyulut emosi warga yang ingin agar ia juga segera mundur.
Selama menjabat, presiden Sri Lanka dilindungi hukum dan tidak dapat ditahan. Kemungkinan besar saat ini Rajapaksa sedang merencanakan usaha untuk berkelit dari jerat hukum mumpung masih memiliki kekebalan hukum.
Rajapaksa, saat menjabat sebagai sekretaris kementerian pertahanan, pernah digugat atas tuduhan korupsi. Tapi gugatan itu kemudian dicabut saat ia terpilih sebagai presiden pada 2019.
Korupsi dan buruknya manajemen pemerintahan membuat Sri Lanka terpuruk serta tak dapat membayar utang dan membeli kebutuhan pokok impor.
Krisis telah membuat 22 juta penduduk kelaparan dan terpaksa mengantre berhari-hari hanya untuk dapat kembeli sejumlah kecil BBM.