Rupiah Melemah Tak Sepenuhnya Kabar Buruk untuk Sumut

Ilustrasi harga bahan pangan yang naik seiring melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar AS. (Foto: PARBOABOA/Fika)

 

PARBOABOA, Medan – Mata uang Rupiah semakin hari semakin melemah belakangan ini.

Mata uang Rupiah sempat berada di angka 15.675 per US Dollar pada Maret 2024

Bahkan, pada penutupan perdagangan di akhir pekan, mata uang Rupiah terhadap Dollar AS menembus angka Rp16.400.

Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjio menilai bahwa pelemahan Rupiah tersebut masih stabil bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya.

Kondisi ini bahkan termasuk yang terbaik di dunia. Jika dibandingkan dengan mata uang Korea Selatan, Filipina, Thailand hingga Jepang, depresiasi mata uang Rupiah paling rendah dan stabil.

Namun, di sisi lain, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menilai bahwa pelemahan Rupiah berpeluang memicu terjadinya kenaikan harga kebutuhan pangan masyarakat.

Produk makanan dan minuman kemasan berpeluang naik akibat pelemahan Rupiah.

“Melemahnya mata uang Rupiah hingga di atas Rp16 ribu per US Dollar juga sudah berlangsung sekitar dua bulan. Tentunya akan membuat sejumlah perusahaan yang bergantung pada bahan impor akan menyesuaikan harga jualnya,” tuturnya kepada PARBOABOA, Senin (17/06/2024).

Lemahnya mata uang Rupiah ini juga sangat berpeluang mendorong peningkatan harga pangan pokok. Hal ini dipicu dari kenaikan bahan baku input produksi atau impor.

Begitupun dengan bahan pangan yang didatangkan dengan cara diimpor langsung seperti beras, bawang putih, kedelai serta produk pangan impor lainnya.

Namun, Gunawan Benjamin memaparkan, pelemahan mata uang Rupiah ini tidak semuanya menjadi kabar buruk. Khususnya bagi beberapa pengusaha di Sumatera Utara.

Bagi kinerja ekspor Sumut, pelemahan Rupiah justru akan meningkatkan pendapatan para eksportir yang membuat daya saing produk (komoditas) ekspor Sumut mengalami peningkatan.

Ekspor Sumut diuntungkan saat mata uang Rupiah melemah terhadap US Dollar. Pelemahan Rupiah ini tentunya akan memberikan nilai tambah bukan hanya kepada eksportir.

Akan tetapi, bagi petani yang menjadi rantai pasok eksportir seperti petani sawit, karet, kakao, kopi atau petani pemasok eksportir lainnya.

Lebih lanjut, Benjamin menjelaskan bahwa melemahnya mata uang Rupiah belakangan ini tidak lepas dari pengaruh US Dollar yang diuntungkan dengan sikap Bank Sentral nya (The FED).

Di mana The FED kian jauh dari kemungkinan memangkas bunga acuan di tahun ini. Spekulasi ini memicu penguatan US Dollar terhadap mata uang dunia, tanpa terkecuali terhadap mata uang Rupiah.

Dengan kemungkinan bahwa The FED urung memangkas bunga acuannya di tahun ini, maka potensi penguatan Rupiah tertunda hingga nantinya ada sentimen positif yang mampu merubah pergerakan Rupiah. Titik keseimbangan Rupiah sementara berada di atas Rp16 ribu per US Dollar.

“Dalam jangka pendek, setidaknya hingga tutup tahun 2024. Saya belum melihat ada sentimen yang mampu menekan laju penguatan US Dollar, karena inflasi di AS belum cukup meyakinkan untuk menekan kinerja US Dollar,” jelas Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA, Senin (17/06/2024).

Editor: Fika
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS