Sederet Kader PDIP yang Tersandung Korupsi, Kini Megawati Minta KPK Dibubarkan

Megawati Soekarnoputri meminta Presiden Jokowi untuk membubarkan KPK. (Foto: Instagram/@presidenmegawati)

PARBOABOA, Jakarta - Pernyataan Megawati Soekarnoputri yang mendorong pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantik beragam sorotan.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu saat menghadiri acara sosialisasi buku teks utama pendidikan Pancasila, di The Tribrata, Jakarta Selatan, pada Senin (21/8/2023) lalu.

Menurutnya, keberadaan KPK sudah tidak efektif, karena itu ia meminta Presiden Jokowi untuk membubarkan lembaga anti rasuah itu.

"Udah deh bubarin aja KPK itu pak. Jadi menurut saya nggak efektif. Ibu nih kalau ngomong cespleng," ujar Mega saat itu.

Konteks pernyataan Megawati sebetulnya sedang menyoroti persoalan korupsi yang marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Ia kesal dengan praktik korupsi yang dilakukan para pejabat di tengah kemiskinan yang melanda masyrakat kelas bawah.

Sejumlah pihak memberikan tanggapannya terkait pernyataan putri sang Proklamator tersebut. Salah satunya adalah Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan Novel Baswedan.

Novel sependapat dengan Megawati, jika Presiden tidak lagi mampu atau tidak lagi ingin memperbaiki KPK.

"Menurut saya, presiden mestinya melakukan langkah untuk memperbaiki KPK atau bila tidak mau lebih baik KPK dibubarkan saja," kata Novel kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).

Ia melihat pernyataan Megawati sebgai sebuah sindirian melihat fenomena korupsi yang tak pernah selesai diberantas di Indonesia.

Novel kemudian menyinggung soal Megawati yang pernah memperbaiki dasi Ketua KPK Farli Bahrudi pada sidang MPR beberapa waktu lalu. Hal tersebut, demikian Novel, merupakan simbol yang menandakan bahwa ada yang salah dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sementara itu, pihak Istana enggan memberikan komentar lebih terkait kicauan Megawati tersebut. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah saat ini tengah berusaha untuk melakukan penguatan KPK melalui rekomendasi Tim Reformasi Hukum.

Tim Rekomendasi Hukum, kata Mahfud, sudah memberikan 55 butir rekomendasi, termasuk soal penguatan KPK.

Sederet Kader PDIP yang Terjerat Korupsi

Di balik pernyataan Megawati soal pembubaran KPK, menarik untuk mengulik kembali sederet kader PDI Perjuangan yang terjerat kasus korupsi dalam skala besar yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.

Salah satu kader PDIP yang terjerat kasus korupsi adalah mantan Menteri Sosial (Mensos). Pada 6 Desember 2020 lalu, Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Juliari merupakan kader partai berlambang Banteng itu yang tersandung kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 dengan total mencapai Rp32,48 miliar.

Pada Agustus 2021, Juliari divonis 12 tahun penjara dengan denda Rp500 juta, kendatipun vonis tersebut dinilai tak sebanding dengan kerugian negara.

Selain Juliari, kader PDIP yang tersandung kasus korupsi adalah mantan staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Andreau Misanta.

Politisi PDIP yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI pada 2019 lalu itu tersandung kasus korupsi ekspor benih lobster.

Andreau memainkan peran penting dalam kasus gratifikasi yang menyeret eks Menteri KKP Edhy Prabowo kala itu.

Dari hasil korupsi korupsi ekspor benih lobster tersebut, KPK kemudian berhasil menyetorkan Rp72 miliar dan 2.700 dolar Amerika Serikat ke kas negara.

Salah satu kader PDIP yang terjerat kasus korupsi adalah Ajay M. Priatna. Ajay merupakan kader Partai Banteng yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Cimahi.

Pada 27 November 2020 silam, Ajay berhasil ditangkap KPK. Ia diketahui tersandung kasus proyek pengadaan pembangunan rumah sakit di kota Cimahi. 

Selain itu, salah satu yang cukup mencuri perhatian publik adalah kader perempuan PDIP Sri Hartini. Ia terlibat jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah saat dirinya menjabat sebagai Bupati Klaten.

Sri kemudian berhasil dibekuk KPK dan divonis 11 tahun penjara setelah menggelapkan uang sebesar Rp2 miliar rupiah. 

Di lingkaran pejabat daerah, Muhammad Samanhudi Anwar juga merupakan salah satu kader PDIP yang terjerat kasus narkoba.

Wali Kota Blitar itu tersandung kasus korupsi proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar. Ia diketahui menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar dari seorang kontraktor. Akibat perbuatannya tersebut, Anwar divonis 5 tahun penjara.

Dan, yang paling menghebohkan publik saat ini adalah Harun Masiku. Politisi PDIP itu masih menjadi buronan KPK atas dugaan korupsi dengan memberikan uang sebesar Rp 850 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Harun memberikan uang tersebut untuk memuluskan rencana pergantian antar waktu Nazarudin Kiemas, yang merupakan caleg dengan perolehan suara terbanyak yang meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan.

Namun KPU melantik Riezky Aprilia sebagai pengganti sah Nazaruddin menurut UU Pemilu. KPK kemudian melakukan operasi senyap dan berhasil menangkap delapan orang dan menetapkan empat sebagai tersangka.

Namun, sejak KPK melakukan OTT, Harun Msiku menghilang hingga saat ini. Ia diisukan kabur ke luar negeri dan menjadi buronan KPK.

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS