PARBOABOA, Jakarta - Truk sejatinya bukan hanya kendaraan pengangkut barang, tetapi saksi perjalanan teknologi dan ekonomi sejak abad ke-19.
Dari mesin di belakang hingga revolusi bisnis di Indonesia, truk terus berevolusi menjadi tulang punggung logistik dunia.
Truk pertama kali diperkenalkan oleh penemu asal Jerman, Gottlieb Daimler, pada tahun 1896.
Kendaraan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah transportasi. Menurut laman Daimler, truk ciptaan Daimler menggunakan mesin "Phoenix" berkapasitas 1.006cc dengan konfigurasi dua silinder.
Tenaganya mencapai 4 dk, cukup besar untuk masa itu, dengan konsumsi bahan bakar 6 liter per 100 km.
Mesin tersebut terletak di bagian belakang, sementara pengemudi duduk di depan seperti menaiki kereta kuda.
Namun, inovasi tidak berhenti di situ. Pada 1898, Daimler bersama rekannya, Wilhelm Maybach, memindahkan mesin ke depan, tepatnya di bawah jok pengemudi.
Langkah ini menjadi awal dari desain truk modern. Meski canggih untuk zamannya, butuh waktu bertahun-tahun sebelum truk Daimler diterima pasar.
Baru pada 1901, truk pertama ini mulai diadopsi oleh industri Inggris. Hal ini juga membuktikan keunggulannya dibandingkan kereta uap.
Tidak hanya itu, Prancis juga menjadi salah satu negara yang menerima inovasi Daimler dengan baik.
Generasi kedua truk Daimler diproduksi antara 1899 hingga 1903. Truk ini memiliki kapasitas muatan 1,25 hingga 5 ton dan menggunakan mesin dua hingga empat silinder.
Mesin tersebut mampu menghasilkan tenaga 4 hingga 12 dk, cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan transportasi pada masa itu.
Pada 1905, Daimler-Motoren-Gesellschaft (DMG) memperluas lini produknya dengan truk ringan berkapasitas 500 kg hingga 1.500 kg, yang dilengkapi mesin dua dan empat silinder.
Truk di Indonesia
Truk kemudian menjadi kendaraan esensial di berbagai sektor, termasuk militer dan bisnis.
Hal ini tercermin dari bagaimana truk mulai digunakan di Indonesia sejak era kolonial. Truk di Indonesia bermula sejak masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan penelusuran Rudolf Mrazek dalam Engineers of Happyland (2006), pada 1939 terdapat lebih dari 12.860 truk di Hindia Belanda.
Merek Chevrolet mendominasi pasar, dengan pabrik perakitan General Motors di Tanjung Priok menjadi pusat produksi sejak 1938.
Sayangnya, pabrik ini dihancurkan oleh Belanda sebelum Jepang menduduki Indonesia.
Setelah kemerdekaan, truk kembali memainkan peran penting, tidak hanya dalam transportasi tetapi juga dalam pertumbuhan ekonomi.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah bisnis truk di Indonesia adalah William Soeryadjaya, yang dikenal sebagai pendiri Astra.
Awalnya, William mengimpor 800 truk Chevrolet untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.
Namun, aturan yang melarang perusahaan menjadi penyalur barang pemerintah membuatnya mengalami kegagalan.
Kegagalan William tidak menyurutkan langkahnya. Bersama Astra, ia memulai era baru dengan menggandeng Toyota.
Pada akhir 1969, Toyota memasukkan truk mereka untuk dirakit di kompleks Gaya Motor, yang sebelumnya digunakan General Motors.
Sejak itu, truk Toyota menjadi pilihan utama proyek-proyek besar dan industri di Indonesia.
Pada 1971, Astra mulai menguasai pasar truk di Indonesia, terutama setelah Amerika Serikat berhenti memproduksi truk dengan stir kanan.
Astra tidak hanya menjadi distributor tetapi juga memperluas bisnisnya ke sektor lain, menjadikannya salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.
Truk telah menjadi tulang punggung transportasi barang di Indonesia. Bahkan sejak masa penjajahan, truk membantu menggerakkan ekonomi lokal, baik untuk kebutuhan logistik perkebunan maupun perdagangan antar daerah.
Di era modern, peran truk semakin vital. Dengan sistem logistik yang terus berkembang, truk kini menjadi andalan untuk mendukung kegiatan e-commerce dan distribusi barang hingga ke pelosok negeri.
Statistik menunjukkan bahwa sektor transportasi menyumbang sekitar 5% dari total PDB Indonesia pada 2023 (BPS).
Di dalamnya, kontribusi truk sebagai moda transportasi darat mencapai 60%, menunjukkan betapa pentingnya kendaraan ini dalam mendukung roda perekonomian nasional.
Truk tidak hanya menjadi alat pengangkut barang, tetapi juga menjadi simbol perkembangan ekonomi dan industrialisasi.
Kini, tantangan baru menanti, termasuk kebutuhan akan truk ramah lingkungan untuk mendukung masa depan yang lebih berkelanjutan.