PARBOABOA - Pada bulan Maret lalu, pemerintah Amerika Serikat melalui Dewan Perwakilan Rakyatnya telah mengesahkan sebuah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pelarangan nasional terhadap platform TikTok.
Melansir Billboard.com, inisiatif pelarangan tersebut muncul akibat kekhawatiran mengenai potensi ancaman keamanan nasional.
Anggota parlemen AS berpendapat bahwa ByteDance, perusahaan induk TikTok, mungkin terikat dengan pemerintah Cina dalam hal permintaan akses data penggunanya.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh adanya undang-undang keamanan nasional di Cina yang mengharuskan organisasi untuk mendukung pengumpulan intelijen.
Sementara itu, di Indonesia, tindakan yang serupa pernah diambil oleh pemerintah, namun dengan perspektif berbeda.
Pada akhir tahun 2023, pemerintah secara resmi melarang TikTok Shop untuk melakukan transaksi jual beli.
Keputusan ini diambil setelah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 diselesaikan dan diberlakukan melalui Permendag Nomor 31 Tahun 2023, yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 26 September 2023.
Peraturan baru ini mengatur secara komprehensif tentang perizinan, periklanan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Adapun alasan utama pelarangan TikTok Shop di Indonesia antara lain karena TikTok hanya memiliki izin operasional sebagai platform media sosial dan bukan sebagai platform e-commerce.
TikTok juga belum mendapatkan izin khusus sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik di Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Salah satu permasalahan utama yang menjadi fokus adalah untuk melindungi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) nasional.
Karena perannya sebagai platform media sosial yang juga berusaha menjadi e-commerce, TikTok secara tidak langsung menjadi platform bisnis yang merugikan UMKM dan usaha tradisional karena menggaet banyak produk impor dengan harga yang lebih rendah dari pasar.
Hal ini menyebabkan preferensi masyarakat bergeser ke produk impor dibandingkan dengan produk lokal. Artinya, situasi tersebut dapat merugikan pedagang yang merasa bahwa platform TikTok Shop menjadi ancaman serius bagi pelanggan mereka saat itu.
Menanggapi isu pelarangan TikTok Shop yang terjadi beberapa waktu lalu, seorang pengamat ekonomi Anthony Budiawan menyampaikan pandangannya.
Ia menekankan bahwa pelarangan tersebut lebih berkaitan dengan masalah perizinan usaha. TikTok, yang pada dasarnya merupakan platform media sosial mirip dengan Twitter/X, YouTube, dan Instagram, tidak memiliki izin sebagai platform e-commerce.
“Dengan demikian, operasi TikTok Shop dinilai melanggar peraturan perizinan usaha terkait dengan perdagangan,” katanya kepada PARBOABOA, Rabu (3/4/2024).
Lebih lanjut, Anthony menambahkan bahwa masalah barang impor merupakan bagian dari dinamika perdagangan internasional.
Untuk melindungi industri dalam negeri, khususnya UMKM, pemerintah seharusnya mengambil langkah seperti melarang impor barang yang bersaing langsung dengan produk UMKM atau mengenakan tarif impor yang tinggi. Hal ini bertujuan agar barang impor tidak mudah masuk dan bersaing di pasar dalam negeri.
“Pertumbuhan UMKM lokal terhambat akibat kebijakan perdagangan internasional yang terlalu liberal,” ujarnya.
Ia berpendapat, hal ini tidak memberikan perlindungan cukup bagi industri dalam negeri, baik melalui tarif maupun hambatan non-tarif.
Faktor-faktor seperti dumping, suku bunga yang lebih rendah di luar negeri, insentif pajak ekspor, dan subsidi di negara asal barang impor dapat menyebabkan persaingan tidak sehat, yang berpotensi mengancam kelangsungan UMKM lokal.
Namun, sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah berkolaborasi antara TikTok dan platform e-commerce Tokopedia, yang bertujuan untuk mempromosikan produk lokal.
Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan produk lokal dan memperkuat merek produk dalam negeri.
Berkaitan dengan kebijakan tersebut, Anthony juga menyarankan beberapa solusi untuk mendorong konsumen agar memilih produk lokal di tengah persaingan dengan produk impor.
Menurutnya, penting untuk meningkatkan kualitas produk lokal dan menyesuaikan harganya agar lebih kompetitif. Selain itu, penerapan tarif impor pada produk asing dapat menjadi langkah untuk melindungi pasar lokal dari gempuran barang impor.
Terkait dengan efisiensi kolaborasi antara TikTok dan Tokopedia dalam mendorong pertumbuhan UMKM, Anthony menyatakan bahwa peningkatan ekonomi, termasuk sektor UMKM, tidak hanya bergantung pada ketersediaan platform e-commerce.
“Jika daya beli masyarakat rendah, ini akan secara langsung mempengaruhi ekonomi secara negatif,” katanya.
Seperti diketahui, platform e-commerce memang memudahkan distribusi barang dan memungkinkan akses pasar yang lebih luas.
Akan tetapi, biaya pengiriman menjadi masalah karena cenderung lebih tinggi. Hal ini terjadi karena barang dikirim dalam jumlah kecil atau secara ritel.
Sebagai solusi, platform seperti Tokopedia, Shopee, dan e-commerce lainnya sering menawarkan promosi gratis ongkos kirim.
Ia mengatakan, meskipun hal ini dapat menurunkan margin keuntungan, tujuannya adalah untuk mendukung penjualan.
Anthony juga memiliki pandangan, bahwa di negara maju, banyak orang memilih berbelanja langsung di toko atau pasar, karena biaya pengiriman yang tinggi untuk pembelian online. Namun, untuk beberapa jenis barang, biaya pengiriman yang tinggi justru tidak dianggap sebagai kendala.