PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah Jerman telah mengambil keputusan kontroversial dengan mengaktifkan kembali pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulai Rabu (4/10/2023) hingga Maret 2024 mendatang.
Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap kelangkaan gas alam yang terjadi saat musim dingin, yang juga terjadi pada tahun sebelumnya.
Pada musim dingin tahun lalu, Berlin juga melakukan tindakan serupa dengan menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara dan memperpanjang masa operasinya, menghasilkan sekitar 1,9 gigawatt daya saat itu.
Kelangkaan gas alam juga semakin menjadi masalah setelah penurunan pasokan gas dari Rusia, yang berkaitan dengan konflik di Ukraina.
Meskipun penggunaan PLTU Batu Bara memiliki dampak negatif pada lingkungan karena emisi karbon dioksida, pemerintah Jerman berencana untuk mengajukan proposal untuk mengimbangi peningkatan emisi karbon yang mungkin terjadi selama musim dingin ini.
Jerman dan Penggunaan Energi Hijau
Sebelumnya, Jerman merupakan pelopor dalam penggunaan energi hijau yang dimulai sejak tahun 1990-an.
Namun, upaya untuk beralih ke energi terbarukan secara serius dimulai pada tahun 2000-an dengan inisiatif yang dikenal sebagai Energiewende atau transisi energi.
Tujuan utamanya adalah mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan nuklir, serta meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan seperti air, angin, biomassa, dan tenaga surya.
Pada puncaknya pada tahun 2010, sekitar 370.000 orang bekerja di sektor energi hijau di Jerman.
Kendati demikian, upaya untuk mencapai target energi terbarukan pada tahun 2030, yaitu 80 persen dari total produksi listrik, mengalami tantangan dan perubahan pada tahun lalu karena berbagai pertimbangan.