Suara Resah Pedagang Pakaian Bekas

Fatma Silaban (59) selaku pedagang pakaian bekas di Pamela, Medan bersuara atas Kebijakan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. (Foto: PARBOABOA/Dinez)

PARBOABOA - "Sepuluh ribu kak e…Murah meriah. Mari tengok, diraba, dicoba, harga cocok langsung bungkus!” suara-suara pedagang pakaian bekas menggoda pembeli, pada siang hari yang gerah, di Pasar Melati (Pamela), Jumat 10 Maret 2023.

Pamela berlokasi di Jalan Flamboyan, Medan Tuntungan sampai Jalan Bunga Sakura, Kelurahan Tanjung Selamat Kota Medan. Ramai pedagang pakaian bekas impor menggelar dagangannya, saban Selasa, Jumat, dan Minggu.

Seorang pedagang, Fatma Silaban, 59 tahun, bersuara atas Kebijakan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

“Adalah dampaknya, kalau enggak masuk barang apa yang mau kami jual. Apalagi kalau udah ditangkap. Mengeluarkannya berapa? Ya rugilah, kadang–kadang imbasnya kena ke kami. Misal 200 bal atau 300 bal ditangkap. Terus disogok dikeluarkan. Otomatis ke kami jadi naik kan. Enggak mungkin uang sogok itu tadi dia limpahkan sendiri untuk dia (pemain tauke besar). Pasti kan dinaikan harga barang. Jadi kami pedagang kecil ini menjualnya sudah sulit. Kalau naiknya sampai Rp800 ribu, Rp1 juta atau Rp500 ribu rupiah sudah sulit. Sedangkan enggak naik saja kita sulit,” ujarnya kepada parboaboa.com.

“Ini kudengar kayak menteri perdagangan ya, bilang di sosmed ya. Jangan dikasih lagi barang-barang impor ini. Berarti kita harus siap untuk hadapi. Kalau saya terakhir lari ke hoodie yang baru, ganti yang baru. Terus usaha saya apa? Sementara anak saya masih sekolah. Bantuan untuk anak itu apa? Kalau gaji suami berapa ah. Memang kita syukuri, suami masih kerja, masih sehat, masih terima gaji untuk makan, biaya listrik , air dan lain-lain. Untuk biaya anak sekolah dari mana? Kalau gaji apa cukup. Ya enggak cukup. Makan kita kadang telor aja. Kadang enggak masak,” tambahnya lagi berkeluh kesah.

Mau tak mau, Bunda sapaan akrab Fatma Silaban harus mencari cara bila tidak dapat mengambil lagi pakaian bekas dibelinya dari pemain impor pakaian bekas.

“Kalau saya sudah wanti-wanti seandainya enggak ada nih barang. Pernah tahun 2021 enggak ada barang. Enggak tau mungkin distop. Kalau enggak masuk apa mau kita jual?” ungkap pedagang yang sudah berjualan pakaian bekas selama 24 tahun ini.

Dampak lainnya bila impor pakaian bekas distop pemerintah. Bunda harus menaikkan harga tiap menjual pakaian bekas impor. Tapi lagi-lagi pembeli adalah raja, ujungnya  penjual harus mengalah menurunkan harga pakaian.

“Menaikkan harga boleh-boleh saja, tapi tergantung manusianya yang beli. Misalnya, kita buka harga sekian, terus dia nawar di bawah modal. Otomatis kita enggak bisa. Sudah kita rayu terus, sudah capek dia tetap bertahan. Enggak mau berarti enggak rejeki kita,” ungkap ibu memiliki 5 orang anak bersuami seorang buruh pabrik ini.

Pakaian bekas yang di jual salah satu pedagang di Pasar Melati Medan (Foto: PARBOABOA/Dinez)

Bunda membeli pakaian bekas impor memiliki cara targetan. Ia memilih lagi pakaian dari satu bal (sekitar 200-350 pakaian) dijual oleh tauke atau pemain impor pakaian bekas. Semisal, saat membeli sweater bekas merek tracktop satu bal harganya Rp 7 juta. Tetapi bunda hanya membayar Rp5 juta. Sebab, ia menggunakan cara targetan alias memilih lagi pakaian bekas masih layak dalam satu bal sebanyak 100 potong.

Lapak jualanya di Pamela menjual beragam pakaian bekas impor sweater, hoodie, jaket, celana panjang, kaos oblong. Semisal merek Adidas, Puma, Dickies Crewneck, dan Columbia Sportswear.

Harganya pun beragam mulai jaket seharga Rp150-250 ribu, hoodie sweater Rp90-95 ribu. Sedangkan pakaian branded seharga Rp300-400 ribu sampai Rp1 juta. Seperti merek Dickies dan Colombia.

Estimasi keuntungan menjual pakaian bekas impor tidak menentu. Boleh jadi, pembeli ramai untung, pembeli sepi membalikkan modal buntung.

“Tidak bisa dipastikan keuntungan sebenarnya. Kadang juga zonk kita. Tapi kita tetap bersyukur. Dapat sedikit bersyukur, banyak ya alhamdulillah,” ujar Fatma Silaban di kiosnya berukuran 1,5 meter x 6 meter.

“Kalau satu hari enggak menentu. Kadang mau sejuta, sejuta setengah, dua juta tergantung rejeki kita. Tergantung langkah kanan kita dan tergantung barang kita lagi,” tambahnya lagi.

Berbagai baju bekas dengan segala macam merek dijajakan pedagang di Pasar Melati, Medan (Foto: PARBOABOA/Dinez)

Sebagai pedagang pakaian bekas impor lama di Medan, Fatma Silaban mengungkapkan, mengambil barang dari gudang salah seorang tauke (pengusaha besar). Tauke kenalannya menjual pakaian bekas 100 bal tidak sampai ribuan bal. Pasalnya, kembali lagi ke model tauke. Tak dimungkiri, bermain ribuan ball pakaian bekas impor bermodal miliaran. Sedangkan tauke bunda bermodal Rp100 jutaan.

“Tauke itu ambil dari Singapura. Misal 100 bal ya kalau datang. Jenisnya ini-itu. Langsung ke gudang saja. Sudah kami datang ambil barang,” ungkapnya.

“Kalo kami buka bal angkat kepalanya (barang branded) saja. Kalau kayak kami kan sudah puluhan tahun. Jadi mereka itu (tauke) enggak pala sangsi kira-kira kurang Rp3 juta. Kami belanja Rp25 juta.  Ya kurang-kurang Rp3 juta ya wajar,” tambahnya.

Lapak penjualan pakaian bekas di Kota Tebing Tinggi milik Ayu Sitinjak (Foto: PARBOABOA/Ansori)

Ayu Sitinjak, 58 tahun, pedagang pakaian bekas atau monza di Tebing Tinggi senada keluhannya atas Kebijakan Permendag Nomor 40 Tahun 2022.

“Saya sudah berjualan selama sepuluh tahun disini. Kita orang kalangan bawah. Nanti ngomong gini salah. Karena sebenarnya banyak orang tertolong loh dari monza ini,” ujarnya kepada parboaboa.com, Jumat 10 Maret 2023.

“Dampaknya iya jelas kami tidak bisa berjualan dan mencari makan lagilah,” tambahnya lagi.

Sedangkan modal membeli pakaian bekas bervariasi tergantung jenis pakaian. Pakaian-pakaian bekas dibelinya perbalnya berasal dari Kota Medan dan Tanjung Balai.

”Kaos oblong cowok sekitar Rp7 juta per bal, kemeja juga sama. Kalau celana jeans laki-laki Rp8 juta per bal, dan celana keper Rp7,5 per bal. Kalau harga kaos dan celana cewek masih di bawah harga cowok. Jadi beli per bal ini, kalau celana dia khusus celana saja. Dan kalau baju, baju saja,” jelasnya.

Riyando masih eksis menjual pakaian bekas dari berbagai merek. Ia mengklaim pakaian bekas banyak digemari masyarakat di wilayahnya (Foto: PARBOABOA/Ansori)

Pedagang lainnya, Riyando, 33 tahun, mengatakan, terkait dengan peraturan Kemendag tentang larangan impor baju bekas, dirinya mengaku mengikuti saja aturan tersebut.

“Mengenai peraturan itu, kalau kami ikut-ikut air mengalir saja. Dilarang pun, tapi tetap masih ada juganya yang berjualan. Dan kalau memang sudah wajib kali dilarang, iya siap-siaplah kami berjualan yang lain,” ujarnya.

Menurut Riyando, banyak masyarakat dari semua kalangan masih mencari pakaian-pakaian bekas. Sebab lebih bagus kualitasnya.

“Karena yang mencari monza ini pun bukan orang-orang susah saja. Orang kalangan atas pun juga mencari pakaian bekas. Kalau dibanding beli baru, sudah hemat berapa ribu dia membantu si monza ini sebenarnya,” ucapnya.

Ia menuturkan, bahwa meraih keuntungan menjual pakaian bekas berkisar Rp300 ribu per hari.

“Kalau keuntungan yang didapat tergantung, kalau dibagi ratakan dapatlah Rp300 ribu per hari. Setelah dipotong penjualan semua ya,” katanya.

Riyando merinci, untuk harga kaos oblong jepang berkisar Rp8-11 juta per bal. Sedangkan harga celana keper cowok berkisar Rp7,5 juta per bal.

“Paling murahnya aja Rp4 juta per bal, itu pun barang yang tidak laku. Ya contohnya seperti baju tidur,” pungkasnya.

Masyarakat di Pematang Siantar tengah berbelanja pakaian bekas di salah satu lapak pedagang di Pasar Horas yang buka saat malam hari (Foto: PARBOABOA/Halima)

Pedagang pakaian bekas impor di Pasar Horas Jaya, Kota Pematang Siantar masih seperti biasa berjualan pakaian bekas impor. Salah seorang pedagang menolak keras Permendag Nomor 40 Tahun 2022.

“Ini kan barang-barang murah. Kualitasnya pun bagus. Dan juga ini sangat membantu masyarakat menengah kebawah supaya mempunyai barang bagus tapi harga terjangkau,” ungkap Andreas Timbul Nainggolan kepada parboaboa.com, Kamis 9 Maret 2023.

Andreas berjualan pakaian bekas impor ini sejak delapan tahun silam. Awal mula ia merintis usaha dengan membeli dua bal pakaian bekas dengan salah satu tauke di Tanjung Balai. Harga jenis pakaian cewek maupun cowok berbeda-beda harga beli perbalnya.

“Seperti kemeja putih cewek/cowok perbalnya mencapai Rp7,5 juta, kemeja cewek Rp8 juta, kemeja cowok Rp9 juta, celana pendek cowok Rp3,5 juta, jeans Rp11 juta, celana cewek Rp6 juta, training Rp6,5 juta, kaos Rp8,5 juta, kemeja flanel cewek/cowok Rp8,5 juta,” jelasnya.

Pembeli yang datang ke tokonya beragam jenis kalangan. Segmentasi pembelinya rata-rata berusia dewasa.

”Ya biasanya yang datang kalangan dewasa saja, karenakan yang dijual baju baju orang dewasa. Dan pembeli pakaian bekas ini pun tidak hanya dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan orang-orang kaya pun ada yang datang membeli monza ini,” katanya

Kebijakan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Memang melarang impor pakaian bekas. Permendag tersebut, bukan melarang pedagang kecil menjual pakaian bekas. Akan tetapi, mau tak mau berdampak bagi pedagang kecil pakaian bekas  saat mengambil baju berbal-bal dari pemain impor pakaian bekas.

Pasalnya, pedagang pakaian bekas impor itu menjualnya ke pasar-pasar wilayah Indonesia termasuk Kota Medan, Tebing Tinggi, Siantar, bahkan di Jakarta.

Reporter: Dinez Lubis, Muhammad Anshori, dan Halima Tusaddiah

Editor: Fery Sabsidi
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS