19 Tahun Kasus Munir, Suciwati Desak Komnas HAM Usut Tuntas Dalang Pembunuhan

Istri Munir, Suciwati (kanan) bersama KontraS dan anggota keluarga korban kasus kekerasan 1998 dan 1965 memperingati 19 tahun kasus pembunuhan Munir di depan Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023). (Foto: PARBOABOA/Muazam)

PARBOABOA, Jakarta - Suciwati, istri Munir Said Thalib, aktivis hak asasi manusia mendesak Komnas HAM mengusut tuntas dalang pembunuhan suaminya.

"Hari ini kasusnya masih menyangkut di Komnas HAM. Seharusnya Komnas HAM tidak perlu diminta kalau mengerti tupoksinya bahwa mereka bekerja untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat," tegasnya dalam aksi peringatan 19 tahun kasus Munir di depan Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Peringatan 19 tahun pembunuhan Munir juga dihadiri Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dan puluhan orang yang berasal dari keluarga korban kasus kekerasan 1998 dan 1965.

Massa aksi membentangkan sejumlah poster tuntutan penyelesaian kasus Munir tersebut. Salah satu poster itu bertuliskan '19 Tahun Masih Belum Terungkap, Apa Kabar Kasus Munir?'

Suci menilai, Komnas HAM tak seharusnya membiarkan kasus Munir terlunta-lunta hingga 19 tahun, karena suaminya merupakan aktivis yang selama hidupnya membela HAM.

Sementara Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya mendesak Komnas HAM untuk menetapkan kasus pembunuhan Munir merupakan pelanggaran HAM berat.

"Kasus Munir harusnya menjadi kasus pelanggaran HAM berat. Hari ini Komnas HAM tidak berani mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," jelas Dimas dalam orasinya.

KontraS menilai, kata Dimas, alih-alih menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat lewat pengadilan, Komnas HAM justru menjalankan proses non-yudisial yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pada 7 September 2004, Munir Said Thalib tewas diracun di udara dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan kuliah pascasarjana.

Institut Forensik Belanda (NFI) menyatakan Munir meninggal akibat racun arsenik. Racun itu ditemukan dalam tubuh Munir dengan jumlah dosis yang fatal.

Pada tahun 2005 kasus pembunuhan Munir bergulir di meja hijau. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi hukuman 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior Garuda Indonesia.

Pollycarpus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Namun, pada tahun 2006 Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana tersebut.

Ia hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan dan hanya divonis 2 tahun penjara.

Pada 2008, MA mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari Kejaksaan Agung dengan terdakwa Pollycarpus. MA pun memutuskan menghukum Pollycarpus dengan 20 tahun penjara.

Selain Pollycarpus, pengadilan juga menetapkan terdakwa lain yakni eks Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Indra Setiawan dengan vonis 1 tahun penjara.

Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat berdasarkan Surat Keputusan (SK) PB yang ditetapkan Menteri Hukum dan HAM RI sejak 13 November 2014. Eks pilot Garuda tersebut sudah menjalani masa penahanan selama lebih 8 tahun.

Pollycarpus pun meninggal di tahun 2020 karena positif virus Corona (COVID-19). Hingga kini, dalang pembunuhan Munir belum terungkap. Tak ada lagi tersangka atau terdakwa yang diseret ke meja hijau.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS