PARBOABOA, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi kreatif telah menjadi salah satu sektor unggulan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Mengusung kekayaan budaya lokal dan teknologi modern, sektor ini terus beradaptasi untuk menghadapi dinamika pasar global.
Memasuki tahun 2025, Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif yang memadukan nilai budaya lokal dan teknologi modern untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri.
Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, dalam Jumpa Pers Akhir Tahun (JPAT) 2024 di Jakarta, Jumat (20/12/2024), mengungkapkan tren yang diperkirakan menjadi fokus: "Local is the New Luxury," "Experiential Experience Kuliner," dan "Revolusi Mode."
Konsep-konsep ini menyoroti potensi besar sektor kreatif Indonesia. "Local is the New Luxury" mengedepankan kebanggaan terhadap produk lokal dengan standar kualitas dunia.
Sementara, "Experiential Experience Kuliner" menawarkan eksplorasi cita rasa unik Nusantara dengan cara yang lebih modern. "Revolusi Mode," di sisi lain, menekankan keberlanjutan dengan memanfaatkan bahan alami, mencerminkan visi industri kreatif ramah lingkungan.
Namun, untuk mewujudkan proyeksi ini, sektor ekonomi kreatif menghadapi tantangan besar, terutama dalam ekspor produk kreatif.
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia pada semester pertama 2024 mencapai US$12,36 miliar, naik 4,46% dari tahun sebelumnya.
Subsektor fesyen, kriya, dan kuliner menjadi penyumbang utama, dengan Amerika Serikat, Swiss, dan Jepang sebagai negara tujuan utama.
Tantangan Besar di Pasar Global
Meskipun ada potensi besar, ekspor produk kreatif Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu yang utama adalah akses pembiayaan. Banyak pelaku usaha kecil dan menengah di sektor ini kesulitan mendapatkan dukungan finansial untuk meningkatkan kualitas produk mereka.
Selain itu, perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) masih menjadi masalah besar. Banyak karya lokal menghadapi pembajakan, yang merugikan pencipta dan mengurangi insentif inovasi. Hal ini menjadi perhatian penting mengingat produk kreatif berbasis budaya lokal memiliki nilai tinggi di pasar global.
Standar kualitas internasional juga menjadi penghalang bagi beberapa produk kreatif Indonesia untuk dapat bersaing. Banyak produk yang belum memenuhi ekspektasi konsumen global dalam hal finishing, kemasan, hingga keberlanjutan.
Meski demikian, peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor produk kreatif sangat besar.
Kekayaan budaya lokal menjadi aset utama yang tidak dimiliki negara lain. Produk seperti batik, tenun, dan kerajinan tangan berbasis tradisi memiliki daya tarik kuat di pasar internasional.
Digitalisasi juga membuka peluang besar. Dengan memanfaatkan teknologi dan e-commerce, pelaku ekonomi kreatif dapat menjangkau pasar global tanpa perlu modal besar.
Platform digital seperti media sosial dan marketplace internasional mempermudah proses pemasaran dan penjualan produk.
Pemerintah sendiri telah menunjukkan dukungan konkret terhadap sektor ini. Dalam RPJMN, Kemenkraf menargetkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB sebesar 8,37% pada 2029, dengan pertumbuhan ekspor sebesar 5,96%. Program seperti pelatihan digitalisasi, sertifikasi internasional, dan akses permodalan terus digencarkan.
Selain itu, tren global yang semakin mengutamakan produk ramah lingkungan juga membuka jalan bagi produk kreatif berbasis keberlanjutan. Konsep "Revolusi Mode," misalnya, yang memanfaatkan bahan dari serat alami, sangat sejalan dengan kebutuhan pasar global yang lebih sadar lingkungan.
Untuk memaksimalkan potensi ini, Kemenkraf perlu fokus pada strategi seperti peningkatan perlindungan HKI, akses permodalan yang lebih luas, serta pelatihan bagi pelaku usaha kecil untuk memenuhi standar kualitas global.
Selain itu, promosi besar-besaran di pasar internasional juga penting untuk meningkatkan daya saing produk kreatif Indonesia.
"Keseluruhan tren ini mencerminkan arah ekonomi kreatif yang berorientasi pada inovasi, keberlanjutan, dan relevansi budaya di tengah era digital," ujar Menekraf Riefky.