PARBOABOA, Pematangsiantar - Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjadikan trotoar sebagai lapak untuk berdagang,belakangan ini jadi masalah.
Kebiasaan ini turut memperburuk tatanan kota Pematangsiantar. Bahkan, aktivitas mereka yang menutupi trotoar telah mengganggu lalu lintas pejalan kaki.
Namun begitu, pedagang ini selalu berlindung dibalik alasan pembenaran, bahwa mereka mencari nafkah, berjuang untuk bertahan di tengah kerasnya kehidupan kota.
Salah seorang pedagang cilok di sekitar Lapangan Merdeka, Faisal, menyampaikan, ia menafkahi keluarganya hanya dengan berdagang cilok.
Pedagang asal Bandung ini mengakui, tidak memiliki pilihan lain, ditengah larangan berjualan di kawasan Lapangan Merdeka.
Menurutnya, dia hanya ingin berjualan dan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Kalau ada Satpol PP, ya saling menghargailah. Ya kalau gak ada, boleh (berjualan),” ungkap pria yang telah berjualan cilok selama lima tahun ini.
Menyoroti situasi ini, pengamat kebijakan publik, Reinward Simanjuntak mengatakan, pedagang kaki lima yang kian menjamur mestinya diberikan ruang untuk berjualan.
Ia menilai wadah yang diberikan pemerintah kota sangat minim sehingga PKL sembarangan berjualan.
Walau begitu, penertiban yang masif, menurut Reinward tidak begitu gencar dilakukan pemerintah.
“Persoalannya adalah mereka sudah disitu lebih dari 50 tahun, tidak yang melarang,” katanya.
Pemerintah jelasnya, harus menyiapkan tempat bagi mereka untuk berjualan.
Persoalan pedagang kaki lima, menurutnya telah memakai Daerah Milik Jalan (Damija), yang sejatinya diperuntukkan bagi pengguna trotoar.
Akibatnya, aktivitas masyarakat lain, seperti pejalan kaki menjadi terganggu.
Karena itu, menurutnya di negara-negara maju, mereka (pedagang) disebut pasar kaget. Artinya berpindah-pindah.
“Jangan di kaki lima,” tutup Reinward.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan, Rumei Conny Purba, menyatakan permasalahan PKL yang menjamur berkaitan dengan keputusan pribadi masing-masing PKL.
Ia menilai, para pedagang cenderung mau praktis dan mendapat tempat yang ramai dikunjungi masyarakat.
“Seperti Ruang Terbuka Hijau,” jelasnya kepada PARBOABOA, Selasa (09/07/24).
Rumei menyampaikan, sesungguhnya pihaknya telah membangun wadah berdagang yang tersebar di beberapa kecamatan.
Permasalahan PKL, menurutnya, cenderung memilih tempat ramai untuk berjualan.
“Bukan mereka yang tidak punya wadah, ada kita siapkan, hanya saja mereka itu sengaja untuk mencari dimana tempat yang ramai,” jelasnya.
Pada hal menurutnya, ramai atau sepinya jualan, itu sangat tergantung pada strategi bisnis yang diciptakan oleh masing-masing pedagang.
“Bagaimana supaya ramaikan kita yang ciptakan,” tuturnya.
Rumei pun berharap, pedagang bisa memanfaatkan fasilitas dagang yang sudah disediakan.
Menurutnya, pasar yang telah disediakan pemerintah dapat memecahkan persoalan pedagang liar.
Zaman sudah berubah, ada gadget ada informasi, “jangan selalu ingin menyalahkan, menuntut pemerintah. Tapi kalau PKL sungguh-sungguh, pasti kita fasilitasi,” tutupnya.
Editor: Norben Syukur