PARBOABOA, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai wajah politik Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti zaman orde baru (Orba).
Penilaian tersebut menyusul pernyataan Jokowi yang mengaku mengetahui arah koalisi partai politik (parpol) menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Usman mensinyalir Jokowi menyalahgunakan informasi intelijen terkait gerak-gerik parpol untuk kepentingan politik 2024.
Menurutnya, sikap Jokowi itu menunjukkan kemunduran dan mengingatkan publik terhadap wajah politik era orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
"Bukan hanya warisan orde baru, tapi warisan kolonial. Ini arus balik ke era otoritarian di bawah Soeharto," ujar Usman saat diskusi di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).
Usman menegaskan watak memata-matai lawan politik harus ditinggalkan, apalagi Indonesia telah masuk era reformasi yang menjunjung tinggi nilai demokrasi.
Ia juga menyarankan intelijen negara, baik BIN, Polri maupun TNI fokus pada keamanan nasional jelang Pemilu 2024.
"Bukan malah memata-matai parpol," tegas Usman Hamid.
Ia juga mewanti-wanti agar intelijen tidak kecolongan hingga terjadi peristiwa teror atau kerusuhan menjelang pemilu, seperti yang pernah terjadi pada pemilu 2004.
"Sebelum pilpres 2004 terjadi peledakan bom di kedutaan Australia. Pembunuhan Munir lagi, pejabat intelijennya terlibat. Badan intelijen sekarang justru lebih fokus melihat ke dalam, seperti partai politik maupun aktivis," kesal Usman Hamid.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku tahu arah koalisi parpol menjelang Pemilu 2024.
Saat rapat nasional (Rakernas) relawannya di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu lalu, Jokowi mengaku, informasi yang ia terima sangat lengkap.
Jokowi mengaku mendapatkan informasi partai-partai itu dari laporan berbagai lembaga intelijen seperti BIN, intelijen Polri dan TNI.
"Angka data, survei semuanya ada. Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya," katanya.
Ancaman bagi Demokrasi
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai aktivitas intelijen memata-matai parpol menjelang pemilu 2024 mengancam demokrasi.
"Ketika aktivitas politik dianggap sebagai ancaman. Ini sangat berbahaya sekali dalam demokrasi, sementara partai politik jadi elemen dalam demokrasi," jelas Pengurus Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Zainal Arifin.
Ia menyayangkan Jokowi yang menyalahgunakan informasi intelijen untuk kepentingan politik, apalagi memata-matai parpol.
"Apalagi merujuk Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, presiden tak boleh menyalahgunakan kekuasaannya," kesal Zainal.
Publik, lanjut Zainal, akan semakin kuat menduga Jokowi ikut campur dalam pemilu 2024, apalagi sebelumnya, kepala negara sempat menyatakan akan cawe-cawe.
"Ini jelas mempengaruhi netralitas dalam pemilu," tegasnya.
Zainal meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusut tuntas pernyataan Jokowi ihwal mengetahui arah koalisi parpol.
"Saya rasa ini yang jadi catatan penting Jokowi di rezim hari ini mengantarkan kita berbalik arah (ke zaman orba)," kesalnya.
Editor: Kurniati