PARBOABOA, Pematang Siantar - Masyarakat Pematang Siantar, Sumatra Utara mengeluhkan kebijakan pemerintah yang mensyaratkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) untuk pembelian liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram bersubsidi.
Salah satunya Yohana Saragih (30), warga Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat yang menilai syarat KTP untuk pembelian LPG 3 kilogram sangat menyulitkan. Ia juga mengaku khawatir data KTP miliknya disalahgunakan.
"Masyarakat kalau membeli gas butuhnya cepat untuk memasak, enggak perlu harus ini, harus itu. Belum lagi ketakutan atas penyalahgunaan data kami (masyarakat). Tetapi masyarakat direncanakan harus disertakan KTP pas beli sebab syarat ini sudah ketentuan dari Pertamina, dari pemerintah pusat juga," ujar Yohana kepada PARBOABOA.
Ibu rumah tangga itu menyarankan agar jumlah agen atau pangkalan ditambah dan menjangkau hingga ke pedesaan, sebelum kebijakan menyertakan KTP atau KK saat membeli LPG 3 kilogram diberlakukan.
"Dengan adanya kebijakan tersebut, seharusnya pemerintah juga terlebih dahulu mendorong jumlah pangkalan ditambah hingga menjangkau ke masyarakat pedesaan dan kelurahan yang lain. Takutnya kebutuhan pasokan di satu wilayah jadi bahan keributan," tegas Yohana.
Ia menilai, penggunaan LPG 3 kilogram bersubsidi menjadi kebutuhan pokok kalangan masyarakat.
"Kita (masyarakat) sebenarnya tahu gas LPG subsidi bukan hanya masyarakat miskin saja yang menggunakan, sebab sudah menjadi kebutuhan pokok semua kalangan masyarakat. Masa iya masyarakat yang memiliki keuangan yang berkecukupan maupun kaya memilih yang mahal, sedangkan ada yang murah, pasti milih yang lebih murah lah," katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral lewat surat keputusan Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang LPG Tertentu Tepat Sasaran, membuat aturan baru, pembeli terdaftar membawa KTP atau KK. Kebijakan ini berlaku mulai mulai 1 Januari 2024. Nantinya, data pembeli yang telah melakukan registrasi yang berhak membeli LPG 3 kilogram.
Respons Pemilik Pangkalan LPG
Merespons kebijakan pemerintah tersebut, salah seorang pemilik pangkalan gas di jalan Nusa Indah, Kelurahan Simarito, Kecamatan Siantar Barat, Udin (76) mengaku kesal dengan kebijakan tersebut.
"Sebenarnya itu sangat baik. Tapi setiap perencanaan dan penerapan kebijakan pemerintah selalu gagal dan saya pikir ini (kebijakan KTP untuk beli LPG) gagal juga, jadi angin lalu, tidak bertahan lama," kesalnya saat dikonfirmasi PARBOABOA, Selasa (29/8/2023).
Udin meminta pemerintah harus menggodok sistem pengawasan hingga ke tingkat yang sangat dekat dengan masyarakat.
"Belum lagi sebenarnya gas LPG 3 kilo ini sudah jadi kebutuhan pokok, baik masyarakat yang memiliki keuangan yang berkecukupan maupun yang miskin, baik di kalangan ASN, Polri dan TNI juga menggunakannya. Kalau penerapannya sudah dilaksanakan sekarang, pengawasannya bagaimana? Takutnya tidak ada sama sekali pengawasan, jadi pembiaran," keluhnya.
Udin menambahkan pemerintah daerah maupun pusat memperhatikan pendistribusian hingga menjangkau ke kalangan masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan.
"Belum lagi pembeli juga mengambil gas dari kedai, bisa saja secara sistem pendistribusiannya akan menimbulkan kegaduhan, ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah," imbuhnya.
Sementara itu, pemilik pangkalan gas di jalan Jawa, Kelurahan Bantan, Kecamatan Siantar Barat, Ardi Sirait (28) menilai, jika dibatasi pembeli, stok LPG di pangkalannya bisa tidak laku terjual.
"Kami setiap minggu menampung 400 buah LPG dari gudang (Pertamina) dan itu selalu habis. Jika dibatasi pembeli sebagai konsumen kami, orang pangkalan bagaimana bisa menghabiskannya, kan kami sudah dijatah oleh Pertamina. Kalau kita buat eceran juga jadinya pelanggaran sebagai mitranya," ketusnya saat dikonfirmasi PARBOABOA.
Ardi menambahkan, kebijakan tersebut bisa menghilangkan pendapatan hariannya.
"Dengan rencana itu, pendapatan kami hilang setiap hari. Selain tak laku, karena masyarakat daerah sini tidak ada yang mau beli karena mahal jika dinaikkan harga sesuai dengan harga gas non subsidi jika pembeli itu berstatus ASN. Ini memberatkan kami yang di pangkalan dan konsumen juga,” katanya.
Ardi meminta pemerintah daerah maupun pusat memberikan solusi, bukan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Setidaknya pemerintah memiliki solusi, sebab yang memberikan bantuan yang juga membuat solusi, kita (masyarakat) tunggu saja," katanya.
Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian di Sekretariat Daerah Pemko Pematang Siantar, Hendra Simamora menyatakan Pemko telah mengumpulkan agen-agen gas LPG 3 kilogram bersubsidi untuk dimintai keterangan dan melakukan pengumpulan data masyarakat.
"Kemarin (28/8/2023) sudah dirapatkan kepada beberapa agen terhadap kebijakan pembelian LPG 3 kilogram bersubsidi dengan menggunakan KTP dan saat ini mereka sedang melaksanakan pendataan. Kita upayakan data-data tersebut ditampung segera," ujarnya.
Hendra menjelaskan di masa registrasi, tidak ada pembatasan dan tidak ada penambahan syarat dari LPG di Kota Pematang Siantar.
"Jadi, agen-agen ini kami harapkan mendata semua, baik warga yang membeli padanya, hingga data pangkalan masing-masing. Nanti akan dimasukkan dalam sebuah aplikasi bernama Monica LPG yang sudah ditentukan pemerintah," jelasnya.
Pemko Pematang Siantar, kata Hendra, telah mengikuti sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023.
"Harapannya LPG ini bisa tepat sasaran, kita pastikan mengikuti amanat dari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang LPG Tertentu Tepat Sasaran, yang dikeluarkan dari pemerintah pusat, sebab adanya kebijakan itu mampu mengurangi kecurangan bagi mereka yang tidak berhak menggunakan gas bersubsidi itu," pungkas dia.
Editor: Kurniati