WHO Desak Hentikan Penjualan Rokok Elektronik

WHO klaim rokok elektronik berdampak besar terhadap keberlangsungan populasi.(Foto: Istockphoto/Chanakom Laorob)

PARBOABOA, Jakarta - Penggunaan rokok elektronik perlu ditindak tegas, demi meminimalisir gangguan kesehatan yang berdampak pada keberlangsungan populasi.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menegaskan bahwa rokok elektronik  tidak terbukti efektif membantu dari penggunaan tembakau pada tingkat populasi.

Justru yang terjadi malah sebaliknya, sejumlah bukti baru muncul tentang dampak kesehatan yang ditimbulkan pada penduduk. 

Menurut Adhanom, anak-anak usia dini bahkan dijebak untuk menggunakan rokok elektronik hingga mengalami candu.

“Saya mendesak negara-negara menerapkan langkah-langkah ketat untuk mencegah penggunaan nikotin guna melindungi warga negara mereka, terutama anak-anak dan remaja," ujarnya melalui rilis resmi, Jumat (15/12/2023). 

Adhanom menegaskan, nikotin sungguh menimbulkan ketagihan. Dampak pada kesehatan memang cukup jangka panjang, namun sayang tidak sedikit orang memahami bahwa tubuh mereka telah teracuni. 

Perlu ditekankan bahwa rokok elektronik sangat jelas menghasilkan zat beracun, diketahui menyebabkan kanker termasuk meningkatkan risiko gangguan jantung dan paru-paru.

Perkembangan otak juga dapat terganggu dan berdampak pada gangguan belajar. Lebih dari itu, rokok elektronik juga menyebabkan gangguan hambatan populasi karena dari segi kesehatan yang menyerang janin. 

Pengaruh Media Sosial

Direktur Promosi Kesehatan WHO Ruediger Krech menyampaikan, hampir seluruh anak di dunia terpengaruh promosi rokok elektronik melalui media sosial. 

Setidaknya terdapat 16.000 varian rasa yang dipromosukan. Beberapa produk berkarakter kartun sehingga menarik bagi generasi muda.

 Peningkatan mengkhawatirkan penggunaan rokok elektronik di kalangan anak-anak dan remaja juga melebihi penggunaan pada orang dewasa. 

Lebih rinci, penggunaan rokok elektroni untuk usia 13–15 tahun lebih tinggi ketimbang orang dewasa. 

Untuk Kanada, di kalangan anak usia 16–19 tahun penggunaannya meningkat dua kali lipat antara tahun 2017–2022. 

Termasuk di Inggris Raya jumlah yang penggunanya meningkat tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.

Berpotensi Kembali ke Rokok Konvensional

Penelitian WHO juga menunjukkan generasi muda tiga kali lipat lebih mungkin menggunakan rokok konvensional di kemudian hari.

WHO pun menyerukan agar ada tindakan dari seluruh negara anggota untuk mencegah penggunaan rokok elektronik, termasuk melawan kecanduan nikotin. 

Termasuk negara-negara yang melarang penjualan rokok elektronik, WHO menyerukan untuk memperkuat penerapan larangan tersebut.

Dan melanjutkan pemantauan dan pengawasan untuk mendukung intervensi kesehatan masyarakat dan memastikan penegakan hukum yang kuat. 

Jika suatu negara melakukan komersialisasi rokok elektronik, WHO meminta agar peraturan dibuat untuk mengurangi daya tarik, sekaligus membatasi konsentrasi serta pengenaan pajak untuk produk ini.

WHO menilai, industri tembakau mendapat keuntungan dengan merusak kesehatan. Selain itu industri tembakau juga mendanai dan mempromosikan bukti-bukti palsu yang menyatakan aman terhadap kesehatan.

Editor: Yohana
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS