PARBOABOA, Jakarta – Musim kemarau menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia mengalami kekeringan.
Akibatnya, lahan dan hutan menjadi mudah terbakar meski hanya dipicu oleh asap flare (suar/cerawat). Contohnya, yang terjadi di area Bukit Teletubbies, kawasan wisata Gunung Bromo, Jawa Timur.
Asap dari hand flare itu menyebabkan lahan kering seluas kurang lebih 100 hektare terbakar.
Perlu diketahui, asap kebakaran ini memiliki dampak terhadap kesehatan tubuh apabila terhirup.
Secara umum, kondisi kesehatan yang kerap terjadi karena asap kebakaran hutan adalah keluhan pada saluran pernapasan.
Hal itu terjadi sebab asap dari api kebakaran hutan dan lahan mengandung sejumlah zat yang berbahaya, seperti sulfur oksida dan karbon monoksida.
Sulfur oksida atau SO2 termasuk dalam spesies gas-gas SOx. Gas tersebut mudah larut dalam air, memiliki bau tapi tak berwarna.
SO2 ini dapat mengganggu saluran pernapasan, merusak jaringan kulit maupun mata.
Berbeda dengan sulfur oksida, karbon monoksida atau CO tidak dapat dirasakan, tidak berbau ataupun berwarna.
Gas CO itu dapat menimbulkan gejala kesehatan berupa pusing, sakit kepala, mata berair, sesak napas hingga tekanan darah tinggi.
Adapun gangguan pernapasan akibat kebakaran hutan di antaranya adalah asma, iritasi tenggorokan, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), bronkitis, dan penurunan kerja paru-paru.
Gejala terkena gangguan pernapasan biasanya ditandai dengan hidung tersumbat, pilek, bersin-bersin, batuk, nyeri tenggorokan dan otot hingga demam.
Asap dari kebakaran hutan juga dapat memicu terjadinya iritasi pada organ penglihatan. Di mana, mata akan terasa perih dan terus-menerus mengeluarkan air mata.
Gejala lainnya yakni, bagian putih mata (konjungtiva) menjadi kemerahan serta kerap mengeluarkan belek.
Kemudian kanker paru-paru. Meski penyebab utamanya adalah merokok, tapi terpapar asap kebakaran dalam periode yang panjang turut meningkatkan risiko terkena penyakit tersebut.
Gejala kanker paru-paru biasanya ditandai dengan sesak napas, batuk yang terus-menerus, asma, batuk darah, kerap merasa sangat lelah hingga nyeri pada sekujur tubuh.
Apabila tanda terus berkembang, maka penderita akan mengalami perubahan terhadap warna mata, penurunan berat badan, dan kulit menjadi berwarna kekuningan.
Dampak asap kebakaran selanjutnya yakni menurunkan fungsi jantung. Dalam jangka pendek, uap panas tersebut dapat menimbulkan stroke dan hipertensi.
Jika terhirup dalam jangka panjang, maka berisiko terjadinya penumpukan plak di pembulu darah (arteriosklerosis) serta meningkatkan penyakit jantung koroner.
Dampak terakhir dari paparan asap kebakaran itu adalah berpengaruh terhadap perkembangan janin, mulai dari risiko keguguran hingga bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Adapun, BBLR merupakan kondisi di mana bayi sudah waktunya untuk dilahirkan, namun tidak memiliki berat badan yang cukup.
Biasanya, bayi dengan kondisi tersebut hanya memiliki berat badan kurang dari 2.500 gram atau 2,5 kilogram.
Editor: Maesa