LLDikti Wilayah 1 Sumut: Ada Rektor Merasa Jadi Owner Kampus dan Pecat Ketua Yayasan

PARBOABOA, Medan - Konflik internal selalu menghantui kampus-kampus, baik negeri maupun swasta di Indonesia, tak terkecuali di Sumatra Utara.

Kondisi tersebut disampaikan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I yang membina kampus-kampus di Sumatra Utara dan sekitarnya.

Menurut Ketua LLDikti Wilayah I Sumut, Prof Saiful Anwar Matondang, konflik yang paling aneh menurutnya yaitu ada rektor perguruan tinggi swasta yang merasa dirinya pemilik kampus, hingga memecat ketua yayasan.

"Sering sekali sidang sengketa, rektor itu merasa dia owner atau pemilik. Malah ada rektor memecat yayasan, dari mana caranya saya bilang. Udah terbalik dunia ini, anak memecat ayahnya. Memang lucu-lucu kedengaran tapi itulah yang saya hadapi dalam 10 bulan saya mengemban sebagai Kepala LLDikti Wilayah 1," ungkapnya saat pelantikan Rektor Universitas Darma Agung Medan, awal pekan lalu.

Namun, Saiful enggan menyebut nama rektor perguruan tinggi swasta yang memecat pemilik ketua yayasan tersebut.

Saiful mengaku, dewasa ini konflik di perguruan tinggi semakin meningkat. Mulai dari konflik di yayasan, konflik internal, konflik rektor maupun konflik dengan bekas rektor. Padahal, kata dia, rektor merupakan pengemban amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi.

"Rektor bukan pejabat struktural seperti saya. Rektor adalah tugas tambahan. Rektor adalah dosen yang mendapat tugas tambahan memimpin perguruan tinggi. Kepala dinas lah yang pejabat struktural," ungkapnya.

Kondisi serupa, lanjut Saiful, juga berlaku untuk jabatan wakil rektor.

“Sama dengan rektor, teman-teman yang dipercaya sebagai wakil rektor nanti, itu adalah tugas tambahan. Maka rektor harus memperkuat kepala biro akademik, kepala biro kemahasiswaan, dan kepala biro keuangan," ujarnya.

Ia meminta dosen atau staf di kampus untuk menyampaikan keluhan langsung ke LLDikti Wilayah I Sumut, jika menemui permasalahan, bukan melalui media sosial.

“Jadi bapak ibu dosen, saya ingatkan kalau ada masalah jangan sampaikan di medsos. Sampaikan kepada saya pakai surat resmi. Bukan ke medsos," imbuhnya.

Sementara itu, pemerhati pendidikan, Doni Koesoema A. mengingatkan seorang rektor tidak dapat membubarkan yayasan di suatu perguruan tinggi.

"PTS (perguruan tinggi swasta) memang didirikan oleh yayasan dan biasanya, rektor diajukan oleh yayasan sesuai AD dan ART yayasan. Kemudian menteri mengesahkan dengan SK (surat keputusan). Jadi memang tidak bisa seorang rektor membubarkan yayasan meskipun di mungkin saja ikut dalam pendirian yayasan. Semua sudah aturannya," tegasnya kepada PARBOABOA.

Sedangkan pengamat pendidikan Ari S. Widodo Poespodihardjo menyarankan pihak yang terlibat konflik kampus untuk menyelesaikan berdasarkan aturan yang berlaku.

"Sebenarnya itu bisa dirujuk kepada peraturan tentang perguruan tinggi yang berlaku," katanya, saat dihubungi PARBOABOA.

Ari menilai, di beberapa kasus hukum antara yayasan dan rektor di perguruan tinggi swasta, yayasan sebagai pemilik merasa mereka memiliki institusi bersangkutan dan mengangkat aparat pelaksana termasuk rektor.

"Namun rektor sebagai pemangku jabatan tertinggi di perguruan tinggi memang menjalankan tugas sebagaimana hal tersebut. Seharusnya merujuk ke peraturan yang ada, sudah jelas batasan tugas dan wewenang dari yayasan dan rektor. Namun sekali lagi adanya beberapa sengketa hukum sengit antara yayasan dan rektor menjadi preseden yang kurang baik," imbuhnya.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS