PARBOABOA,Makassar
–
Salah satu oknum anggota DPRD Kabupaten Soppeng dari Fraksi Gerindra berinisial
A ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus pembalakan hutan lindung seluas 7
hektare (ha). Dua orang pekerjanya yang berinisial M dan N juga ditetapkan
sebagai tersangka.
"(Tersangka) inisial A, M, dan N. Inisial A anggota
DPRD Soppeng (Partai) Gerindra," ujar Kasat Reskrim Polres Soppeng Iptu
Noviarif Kurniawan pada Selasa (3/8).
Penanganan kasus ini berawal dari temuan polisi kehutanan
Dinas Kehutanan Soppeng terhadap pembalakan liar di Desa Umpungeng, wilayah
Kecamatan Lalabata, Soppeng, pada Desember 2020. Selanjutnya temuan tersebut
diteruskan ke pihak Polres Soppeng.
Walaupun menjadi tersangka, A dan kedua pekerjanya itu tak ditahan karena penyidik menilai bahwa para tersangka koperatif tak akan menghalangi penyidikan.
Alasan lain, salah satu tersangka tengah menjalani proses
pengobatan. Kemudian kondisi pandemi juga menjadi pertimbangan penyidik belum
menahan para tersangka.
Sementara itu, Kanit 3 Reskrim Polres Soppeng Ipda
Burhanuddin mengungkap tersangka A melakukan penebangan pohon pada lahan seluas
7 hektare dari luas lahan kurang-lebih sekitar 11 hektare.
"Jadi (pohon-pohon) yang ditebang itu sekitar 7
hektare," ungkap Burhanuddin dalam wawancara terpisah.
Dia mengatakan, sedikitnya ada 155 batang pohon berbagai
jenis yang telah ditebang hingga rata dengan tanah.
Burhanuddin mengatakan tersangka A berdalih tak mengetahui
pohon-pohon yang ia tebang masuk kawasan hutan lindung. Tersangka juga menebang
pohon untuk dijadikan agrowisata berupa wisata buah durian.
"Dia itu dalihnya lahan dia beli. Tapi setelah rata
dengan tanah, baru dia tahu ini masuk kawasan hutan lindung, ini pengakuan
tersangka ya," ucap Burhanuddin.
Akibatnya, oknum legislator dan pekerjanya itu dijerat
Pasal 82 Ayat 1 juncto Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam
Pasal 82 Ayat 1 huruf b juncto Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
Para tersangka juga terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 2,5 miliar.