Anwar Usman Diberhentikan dari Jabatan Ketua MK, Pengamat: Sudah Tepat!

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa hakim konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat. (Foto: Instagram/@mahkamahkonstitusi)

PARBOABOA, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa hakim konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK mengenai syarat minimal usia capres-cawapres. 

Sebagai hasilnya, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK oleh Ketua MKMK, Jimly Ashhiddiqie. 

Jimly mengungkapkan, hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi.

MKMK memandang bahwa Anwar Usman telah melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. 

Keputusan ini diambil setelah MKMK melakukan pemeriksaan terhadap Anwar dan mengumpulkan fakta serta pembelaannya. 

Anwar Usman menjadi hakim terlapor yang paling banyak dilaporkan, yaitu 15 laporan. 

Keputusan ini pun mendapat dukungan dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah.

Menurutnya, Ketua MK Anwar Usman memang seharusnya diganti dari jabatannya, dan bahkan dapat diproses hukum. 

Ia mengatakan bahwa hakim yang memiliki keterkaitan langsung dengan materi gugatan seharusnya tidak terlibat dalam merumuskan putusan.

Selain itu, MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah, menambah, atau mengurangi isi Undang-Undang (UU). MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum kepada DPR RI.

"Oleh karena itu, MK dapat dianggap telah melanggar konstitusi, bahkan hakim yang turut mengubah UU dapat dianggap melakukan tindakan kriminal," kata Dedi dalam keterangan yang diterima PARBOABOA, Rabu (8/11/2023).

Ia juga berpendapat bahwa keberlangsungan demokrasi berada dalam situasi yang memprihatinkan setelah putusan MK mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. 

Menurutnya, putusan MK tersebut dapat membuka pintu bagi praktik nepotisme yang merajalela. Bahkan lebih buruk, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.

"Demokrasi pasti terganggu dan praktik politik dinasti akan berkembang, sehingga praktik nepotisme semakin marak," katanya.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS