PARBOABOA, Jakarta - Belum lama ini, sebuah perusahaan keamanan siber, Trend Micro mengungkapkan bahaya serta ancaman ransomware di Indonesia.
Country Manager Trend Micro, Laksana Budiwiyono menjelaskan, sepanjang tahun 2023 ada penurunan ancaman sebesar 58 persen dalam negeri.
Penurunan yang sama terjadi juga di Filipina, Singapura dan Malaysia.
Namun begitu, secara keseluruhan, untuk Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) - Trend Micro menemukan ada peningkatan deteksi ransomware, yakni sebesar 52 persen. Angka ini bahkan lebih dari setengah ransomware di dunia.
Laksana menerangkan, penurunan ancaman ransomware di beberapa negara di Kawasan ASEAN disebabkan karena 2 hal, yaitu pelaku semakin berhati-hati memilih target, dan, kedua mereka semakin ahli menembus deteksi awal.
Ia mewanti-wanti agar kondisi ini jangan sampai membuat banyak pihak lengah. Kewaspadaan harus tetap ditingkatkan karena penjahat siber akan memperbaiki teknik menghindari pertahanan.
"Kita tidak boleh berpuas diri," kata Laksana dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Paling tidak tegas dia, perusahaan harus memahami risiko di seluruh system dan aplikasi yang mencakup keseluruhan permukaan serangan.
Apalagi, demikian ia menambahkan, menurut survei CSO online hanya 9 persen organisasi/perusahaan yang 100 persen memonitor attack surface ini.
Trend Micro sendiri telah menemukan sebuah fitur keamanan siber berbasis AI yaitu Trend Vision One. Fitur ini diklaim dapat membantu mengamankan penggunaan layanan AI generative privat maupun publik.
Tak hanya itu, Trend Vision One juga diklaim bisa lebih baik dalam mengelola risiko terkait dengan pengadopsian masal tool AI baru.
Kelebihannya yang lain adalah bisa mendeteksi ancaman keamanan menggunakan AI, seperti kemampuan analisis video untuk bisa mendeteksi perilaku seseorang.
Trend Micro Managing Director, David NG ungkapkan, dalam praktiknya, Trend Vision One bisa juga mendeteksi video deepfake, berdasarkan gerakan dalam video apakah natural atau tidak.
David mengakui tetap ada sisi lemah Trend Vision One, karena itu pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan deteksinya serta mengurangi kemungkinan false positive.
Ransomware merupakan jenis virus atau sering disebut malware berbahaya yang digunakan untuk mengubah data pengguna pada suatu perangkat komputer atau jaringan.
Ini adalah aksi pencurian data yang sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan baik berupa uang maupun bentuk pembayaran lainnya.
Melansir sejumlah sumber, pelaku dalam melancarkan aksinya, menggunakan cara-cara yang cukup kompleks.
Awalnya virus ini akan berusaha masuk ke sistem perangkat melalui berbagai metode serangan cyber, mulai dari phishing hingga menyerang software yang belum diperbarui.
Saat pengguna berhasil terjebak oleh perangkap virus, ransomware akan menanamkan virusnya dan menyebarkannya melalui situs atau software tersebut.
Lalu Ketika virus sudah mulai tertanam sempurna, pelaku akan mulai menjelajahi dan memetakan jaringan file atau data yang akan dienkripsi.
Biasanya, pelaku terlebih dulu menargetkan jenis data yang akan dienkripsi untuk memudahkan proses pemindaian sistem. Data-data tersebut dapat berupa video, foto, dan dokumen penting lainnya.
Setelahnya, pelaku akan mengubah kunci enkripsi data tersebut menjadi bentuk yang lebih kuat dan tidak dapat dibaca oleh perangkat komputer atau laptop.
Perubahan kunci enkripsi ini akan menghalangi pemilik untuk mengakses data di dalamnya dengan menggunakan kunci yang sama.
Usai proses enkripsi berhasil, pelaku biasanya akan meminta tebusan kepada pemilik perangkat untuk mendapatkan kembali data-data di dalamnya.
Tebusan ini ditampilkan pada layar komputer atau laptop berupa text file atau Pop-up pada data yang sudah terinfeksi virus.