Kabar dari Workshop Film di KSPPM Di Parapat, Belajar Menulis Naskah Film dan Menyutradarai

Sutradara Ismail Bachbeth menyimak diskusi. (Foto: PARBOABOA/P. Hasudungan Sirait)

PARBOABOA, Parapat - Belajar dengan melakukan. Teori yang dirujuknya sekadar saja. Begitulah pendekatan Sutradara Ismail Basbeth selama 3 hari menjadi pemateri tunggal di kelas film di markas KSPPM, Parapat, Danau Toba.  

Tadi pagi ia menjelaskan struktur cerita tiga babak. Unsurnya adalah seting, konfrontasi, dan resolusi. Tak lupa ia menerangkan cara menggunakan bangun itu untuk cerita pendek.  Sembilan kotak berwujud bujur sangkar digambarnya di papan tulis. Setiap tiga kotak diasumsikannya sebagai satu babak.  Masing-masing kotak menjadi satu sins yang durasinya 1-2 menit. 

Siapa tokoh (karakter utama), apa masalahnya, dan bagaimana solusi persoalan menurut dia, itu merupakan kandungan babak-1.  

Karakter tak bisa lagi kembali ke keadaan sebelumnya sebaik masuk ke babak-2. Bagaimana dia menjalankan solusi itu, apa saja kendala utamanya, dan apa solusinya untuk persoalan terkini menurutnya, itu kandungannya. 

Kembali ia berada di titik tak bisa lagi kembali [point of no return] begitu masuk ke babak-3.

 

diskusi yg brnas

Diskusi yang bernas, melibatkan seorang kru film profesional. (Foto:PARBOABOA/P. Hasudungan Sirait)

Transformasi karakter utama merupakan syarat setiap kisah  yang baik.   Ia menjadi lebih baik akhirnya; atau sebaliknya. Bagaimana sang tokoh  yang telah menjadi sosok yang berbeda akibat masalah bertubi-tubi yang semakin memberat  menjalankan apa yang dianggapnya sebagai jalan keluar,  itu merupakan kandungan babak ke-3. Satu lagi, tentulah:  seperti apa hasil akhirnya. 

Seusai menerangkan seperti apa struktur cerita yang baik, Ismail Basbeth menugasi keempat kelompok yang baru diumumkan komposisinya di awal sesi pertama hari ini

membuat logline,  sinopsis, dan struktur cerita sembilan sins seturut struktur tiga babak.

Diskusi kelompok pun berlangsung dengan gairah membuncah. Masing-masing merangkai kisah sembari berdiskusi tanpa berkesudahan.  

Setelah sejam lampau, tiba waktunya untuk presentasi. Kendati tak masuk ke dalam kelompok, ternyata diriku yang diminta sang sutradara sebagai penampil perdana. Ia memang mengamati aku yang juga sibuk bekerja menyiapkan bangun cerita. 

mrncng struktur berita

 

Merancang struktur cerita. (Foto:PARBOABOA/P. Hasudungan Sirait)

Tentang seorang jurnalis yang dibelit utang pada pegadaian dan pinjol, kisah yang kurangkai. Sang pewarta yang bergengsi tinggi sesungguhnya bersahaja hidupnya. Ia dililit utang karena harus membiayai anak sulungnya yang baru diterima sebuah perguruan tinggi swasta terkemuka di kota lain.

Komentar Ismail Basbeth tentang sinopsis dan struktur cerita yang kubuat adalah “bagus tapi tak cocok untuk film pendek. Di penggalan tertentu terdapat beberapa shot sehingga sekuensnya tebal.”

Dia benar, tentunya. Yang ia minta format sederhana, yang durasinya sekitar 9-18  menit saja. Sementara yang kuhasilkan bakal makan waktu setidaknya 30-an menit. Ya, maklumlah: aku baru saja mulai belajar jurus-jurus  sinematografi.

Ternyata, empat kelompok yang tampil setelah diriku juga mendapat catatan senada.

“Yang kalian akrabi selama ini film panjang. Makanya, aku nggak heran kalau yang kalian bikin panjang-panjang.  Film pendek itu memang lain,” katanya sebelum menjelaskan lebih jauh.

lg praktif syutink

 

Praktik syuting. (Foto:PARBOABOA/P. Hasudungan Sirait)

Ia lantas meminta keempat kelompok memperbaiki struktur ceritanya. Hasilnya nanti akan menjadi rujukan dalam syuting.

Syuting

Selepas makan siang tadi keempat kelompok asyik syuting. Satu kelompok bergerak ke Pantai Bebas,  Parapat, seusai mengambil gambar di kitaran Gedung KSPPM. Saat tulisan ini kupublikasikan mereka baru pulang.

Saat keempat kelompok sibuk syuting, diriku tidak berpangku tangan. Yang kulakukan adalah memantau mereka satu persatu. Kesanku, mereka serius betul menjalankan perannya masing-masing. Termasuk lima pendeta muda yang diutus kantor Pusat HKBP, Pearaja, dan seorang senior yang lama menjadi kru film sungguhan di Jakarta dan kini bermukim di Lumban Julu, Kabupaten Toba: Eko Tobing.

 

gi diskusi kelompok

Diskusi kelompok. (Foto: PARBOABOA/P. Hasudungan Sirait)

Ada dari mereka yang menjadi juru kamera. Ada pula sutradara atau produser.  Meski jabatannya tinggi sebagai awak film, tak segan mereka turun tangan untuk menyiapkan properti atau minuman aktor. Sungguh kolaborasi yang indah! 

Editor: Rin Hindrayati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS