PARBOABOA, Taipei - China semakin ganas dalam meningkatkan tekanannya terhadap Taiwan. Pada Senin (4/10), China dilaporkan mengirim 52 pesawat tempur untuk melakukan serangan ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Jumlah pesawat itu merupakan yang tertinggi mulai Taiwan melaporkan secara terbuka atas serangan pesawat tempur China sejak tahun lalu.
Pesawat tempur China tersebut terdiri dari 34 jet tempur J-16, 12 pembom H-6, dua pesawat tempur SU-30, dua pesawat perang anti/kapal selam Y-8 dan dua pesawat peringatan dini udara KJ-500 dan pesawat kendali. Ini merupakan hari keempat berturut-turut puluhan pesawat militer memasuki zona pertahanan udara Taiwan.
Selama tiga hari terakhir, Taiwan melaporkan mendeteksi sekitar 100 jet tempur China terbang di sepanjang tepi wilayah udara yang dikontrolnya. Aksi China itu selalu direspon Taipei dengan mengerahkan sejumlah jet tempur untuk mengusirnya.
“Taiwan mengerahkan jet tempur setelah melihat 52 pesawat militer milik Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terbang di dekat Kepulauan Pratas yang dikendalikan Taipei,” ungkap Kementerian Pertahanan Taiwan pada Senin (4/10).
Sementara itu, sebuah peta yang dirilis oleh kementerian menunjukkan serangan 52 pesawat tempur itu berada di bagian paling barat daya ADIZ Taiwan.
Sebagai tanggapan, Kementerian Pertahanan Taiwan mengeluarkan peringatan radio dan sistem rudal pertahanan udara untuk memantau aktivitas tersebut.
Dalam peringatan radio, angkatan udara Taiwan terdengar memerintahkan pesawat untuk berbalik dan segera pergi setelah masuk ke ADIZ-nya. Statistik Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan sejak awal Oktober lalu sudah terdapat 145 serangan oleh pesawat tempur China ke ADIZ.
Taiwan bertekad tidak akan gentar dengan serangan itu dan bertekad untuk mempertahankan wilayah udaranya.
"Ketika menghadapi agresi dan provokasi musuh kami, kami tidak akan pernah berkompromi. Tekad untuk mempertahankan kedaulatan kami tidak tergoyahkan," kata mereka dalam sebuah video, Senin (4/10).
China belum memberikan komentar atas tuduhan serangan ini. Tetapi sebuah artikel di Global Times yang dikelola pemerintah China pada Minggu (3/10) kemarin mengatakan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memang sedang melakukan latihan di dekat Taiwan.
Taiwan dan China daratan telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara lebih dari tujuh dekade lalu.
Namun, Beijing masih memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya meskipun Partai Komunis China tidak pernah memerintah pulau demokratis berpenduduk sekitar 24 juta orang itu.
Amerika Serikat pun mendesak China pada Minggu (3/10) untuk menghentikan kegiatan militer "provokatif" di dekat Taiwan.
"Amerika Serikat sangat prihatin dengan aktivitas militer provokatif Republik Rakyat China di dekat Taiwan, yang membuat tidak stabil, berisiko salah perhitungan, dan merusak perdamaian dan stabilitas regional," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.
"Kami mendesak Beijing untuk menghentikan tekanan dan paksaan militer, diplomatik, dan ekonominya terhadap Taiwan," tegasnya dalam sebuah pernyataan, sepeti dikutip Reuters.
Amerika Serikat memiliki kepentingan abadi dalam perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dan akan terus membantu Taiwan dalam mempertahankan "kemampuan pertahanan diri yang memadai", Price mengaskan.
"Komitmen AS untuk Taiwan sangat kuat dan berkontribusi pada pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan di dalam kawasan," imbuh dia.
Kementerian Luar Negeri Taiwan berterima kasih kepada Amerika Serikat atas perhatiannya, dan mengatakan China meningkatkan ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.
"Dalam menghadapi tantangan China, pemerintah negara kami selalu berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri kami dan dengan tegas menjaga demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan kemakmuran Taiwan," kata Kementerian Luar Negeri Taiwan.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengungkapkan, Angkatan Udaranya telah mengirim jet tempur untuk memperingatkan pesawat militer China, sementara sistem rudal dikerahkan untuk memantau mereka.