PARBOABOA, Jakarta – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi dinyatakan bersalah dalam kasus pelecehan seksual terhadap penulis Jean Carroll pada 1996 silam.
Dalam putusannya, hakim Pengadilan Federal Manhattan, New York, meminta Trump untuk membayar kompensasi kepada Carroll sebesar US$5 juta (setara dengan Rp73,6 miliar) sebagai ganti rugi atas pelecehan yang dialami oleh Carroll serta pencemaran nama baik yang dialaminya.
Kendati demikian, Trump masih dapat mencalonkan dirinya sebagai Presiden pada Pemilihan Umum AS 2024 dan bersaing dengan Presiden Joe Biden untuk memperebutkan jabatan sebagai orang nomor satu di AS.
Loh, kok bisa?
Putusan pengadilan dalam kasus Carroll pada hakikatnya termasuk dalam kasus perdata bukan pidana, sehingga tidak berdampak pada pencalonan Trump di pemilu 2024 mendatang.
Dalam kasus perdata, seseorang yang terbukti bersalah hanya akan dikenakan sanksi berupa tuntutan untuk memenuhi kewajiban yang diperintahkan oleh hakim atau kehilangan hak atau keadaan hukum tertentu, seperti pernikahan yang berakhir dengan perceraian.
Selain itu, berdasarkan laporan The Washington Post, Konstitusi AS hanya memiliki tiga persyaratan untuk menjadi presiden, yaitu harus berusia minimal 35 tahun, tinggal di AS setidaknya 14 tahun, dan lahir di AS atau setidaknya memiliki salah satu orang tua yang adalah warga negara AS.
Menurut Profesor di Sekolah Hukum New York, Anna G. Cominsky, AS hanya memiliki tiga persyaratan untuk menjadi presiden, yaitu harus berusia minimal 35 tahun, tinggal di AS setidaknya 14 tahun, dan lahir di AS atau setidaknya memiliki salah satu orang tua yang adalah warga negara AS.
Sebelumnya, Trump juga pernah tersandung kasus perdata lainnya, yakni kasus penipuan pada 2016, namun kasus itu selesai tak lama setelah ia terpilih sebagai presiden.
Ia pun pernah terlibat masalah penanganan dokumen dari Gedung Putih dan dugaan upaya mengganggu sertifikasi pemilihan Kongres 2020, tetapi ia masih bisa memegang jabatan presiden.
Namun, akibat dari masalah hukum yang dihadapinya, Trump berpotensi kehilangan hak pilih dalam pencalonan yang akan datang.
Menurut Konferensi Nasional Badan Legislatif Negara Bagian, orang yang dihukum karena kejahatan tertentu di 11 negara bagian akan kehilangan hak pilihnya tanpa batas waktu. Untuk memulihkan hak pilih tersebut, mereka membutuhkan pengampunan dari gubernur.
Di sisi lain, keberadaan kasus ini dinilai sebagai medan yang menguntungkan bagi Trump. Dengan adanya kontroversi dan drama hukum tersebut, pria berusia 76 tahun itu kembali menjadi pusat perhatian sebagai tokoh dominan di partainya.