PARBOABOA, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dengan percaya diri mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Menurut Direktur LBH Jakarta, Citra Referandum, keputusan DPR tersebut menunjukkan ketidakberpihakan pada suara dan tidak mempertimbangkan pemenuhan syarat penetapan Perppu secara objektif dan berbasis keilmuan.
"LBH Jakarta berpandangan DPR RI telah mengkonfirmasi ketidakberpihakannya terhadap suara-suara rakyat terkhusus kelas pekerja/buruh," kata Citra dalam keterangan tertulis yang diterima Parboaboa.com, Selasa (21/3/2023).
LBH Jakarta pun memberikan empat catatan kritis soal pengesahan Perppu Cipta Kerja jadi undang-undang.
Pertama, LBH Jakarta menilai Presiden RI memilih jalan pintas untuk memberlakukan kembali Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Terlebih, muatan materi Perppu Cipta Kerja disebut identik dengan UU Cipta Kerja.
"Tindakan Presiden tersebut juga melanggar Konstitusi karena telah menghilangkan objek putusan MK nomor: 91/PUU-XVIII/2020 yaitu perbaikan terhadap pembentukan Undang-undang Cipta Kerja," ujar Citra.
Kedua, presiden dan DPR disebut bermain-main dengan penafsiran dan pemenuhan syarat objektif ‘ikhwal kegentingan yang memaksa’ sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan putusan MK nomor: 138/PUU-VII/2009.
“Jika mengukur kemendesakan, Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 sudah memberikan jangka waktu yang cukup selama dua tahun bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan sejak putusan diucapkan yang akan jatuh pada 23 November 2023,” jelas Citra.
Ketiga, LBH Jakarta menyebut bahwa tindakan DPR sebagai dalang pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU dapat berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat luas di lintas sektor.
Terakhir, keputusan DPR dengan mengesahkan UU Perppu Cipta Kerja dinilai merupakan preseden buruk dalam menormalisasi status keadaan oleh Presiden di kemudan hari tanpa adanya pertanggungjawaban.
Dengan catatan tersebut, Citra mengatakan LBH Jakarta mendesak DPR dan Presiden berhenti melakukan praktik buruk legislasi dengan tidak melaksanakan partisipasi publik yang bermakna.
LBH juga meminta DPR dan Presiden tidak menormalisasi keadaan genting atau darurat secara serampangan serta memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk mendengar masukan masyarakat terkait pengambilan keputusan DPR untuk menyetujui Perppu Cipta Kerja jadi undang-undang.
Kemudian, lanjut Citra, LBH meminta Presiden Jokowi segera mencabut UU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-undang yang telah disetujui DPR.
"Karena merupakan tindakan inkonstitusional yang telah menghilangkan objek dalam putusan MK nomor: 91/PUU-XVIII/2020, tidak memenuhi syarat objektif ihwal kegentingan yang memaksa, serta menghilangkan partisipasi publik yang bermakna," kata dia.
DPR hari ini resmi mengesahkan Perppu Cipta Kerja jadi undang-undang dalam rapat paripurna. Perppu tersebut dikritik sebagian kalangan karena sebelumnya UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.