Eks Direktur YLBHI Kritik Arogansi UNPRI Medan Pecat 4 Mahasiswa, KIKA: Kampus Jangan Bungkam Kebebasan Akademik

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Medan menggelar aksi protes pemecatan 4 mahasiswa di depan Kampus UNPRI, Selasa (20/6/2023). (Foto: PARBOABOA/Ilham Pradilla)

PARBOABOA, Medan - Protes terhadap kebijakan kampus kepada Rektorat Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Medan, Sumatra Utara yang berbuntut dikeluarkannya atau drop out (DO) 4 mahasiswa menuai kritikan banyak pihak.

Salah satunya dari eks Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati yang menyesalkan pemecatan terhadap 4 mahasiswa UNPRI oleh birokrasi kampus di era demokrasi saat ini.

"Seharusnya kampus tidak anti kritik, karena kritik justru dapat memberikan masukan terhadap perbaikan dunia pendidikan Indonesia,” katanya kepada PARBOABOA, Rabu (28/6/2023).

Alumnus Universitas Indonesia itu menyebut, kampus tidak lekang dari aturan konstitusi yang ada di Indonesia yang menjamin kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yaitu setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

"Kampus atau pimpinan kampus terikat kepada hukum yang ada di Indonesia salah satunya jaminan kebebasan menyatakan pendapat yang ada dalam konstitusi," kata Asfinawati.

Ia melanjutkan, dengan aturan tersebut, kampus seharusnya tidak sewenang-wenang membuat aturan untuk mengangkangi konstitusi maupun UUD 1945. Apalagi aturan-aturan itu dibuat agar dunia pendidikan di Indonesia kritis, bukan malah membungkam mahasiswanya.

Menurut Asfinawati, pembungkaman kampus dengan mengeluarkan mahasiswa juga bertolak belakang dengan prinsip dasar pendidikan yang ada di Indonesia.

"Pendidikan ditujukan agar manusia menjadi kritis, karena itulah ada aturan tentang kebebasan akademik. Sedangkan sikap anti-kritik bertolak belakang dengan tujuan pendidikan ini," imbuh dia.

KIKA Sebut Kampus Harus Rawat Kebebasan Akademisi

Sementara itu, pegiat kebebasan akademik dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Castro Hamzah menyatakan, kampus harusnya merawat kebebasan akademisi, bukan membatasi apalagi sampai membungkam mahasiswanya yang ingin menyampaikan pendapat.

"Kampus harusnya paham jika kritik itu semacam asupan untuk menjaga akal sehat dan kewarasan. Semakin kritik diharamkan atau ditabukan, semakin tidak waras kampusnya," katanya kepada PARBOABOA.

Castro, biasa ia akrab disapa menegaskan, kampus berkewajiban melindungi kebebasan akademik.

“Yang terjadi di UNPRI, alih-alih melindungi malah membatasi dan membungkam kebebasan akademik," katanya.

Bahkan, kampus seolah gagal paham dan tidak mengenal konsep dasar kritik dan demokrasi yang ada di Indonesia, imbuh Castro.

Ia juga mengingatkan lembaga pendidikan tidak lupa dengan kewajibannya merawat dan menjaga demokrasi.

Termasuk meminta lembaga pendidikan tidak memanfaatkan kekuasaannya menjadi tangan besi dengan mengintimidasi mereka yang memiliki kebebasan berpendapatnya.

"Kampus jangan sampai amnesia atau lupa ingatan dengan kewajibannya untuk melindungi, merawat dan memastikan kebebasan akademik itu diwujudkan dengan baik kepada setiap civitas akademik tanpa terkecuali," pungkas Herdiansyah Castro Hamzah.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS