PARBOABOA - Biro Investigasi Federal (FBI) AS pada hari Selasa (15/11) memunculkan lagi kekhawatiran atas aktivitas berbahaya layanan digital China. Kali ini, aplikasi hiburan TikTok dianggap bisa menjadi masalah keamanan nasional.
Setidaknya begitulah yang disampaikan oleh Direktur FBI, Christopher Wray dalam sebuah acara kunjungan ke Sekolah Tinggi Kebijakan Publik Gerald R.Ford di Universitas Michigan, AS.
Menurut Wray, popularitas aplikasi TikTok memiliki dampak yang sangat besar. Aplikasi tersebut tercatat memiliki pengguna aktif bulanan (Monthly Active Users/MAU) sebanyak 80 juta pengguna di AS, sedangkan jika diakumulasi secara global, TikTok memiliki satu miliar pengguna aktif.
Banyaknya angka tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa perusahaan induk TikTok, ByteDance, akan memanfaatkan popularitasnya. Misalnya, merekomendasikan konten-konten yang bertentangan dengan kebijakan dan menggunakannya sebagai taktik memengaruhi pengguna di AS.
Seperti media sosial pada umumnya, TikTok menerapkan sistem algoritma yang mampu menyuguhkan sejumlah konten sesuai dengan minat penggunanya.
Hal ini membuat FBI mengkhawatirkan bahwa pemerintah Beijing bisa saja ikut campur tangan bila mereka mau melakukan “operasi pengaruh”.
Saat ini operasi TikTok di AS diawasi oleh Komite Penanaman Modal Asing di Amerika Serikat (CFIUS).
Badan tersebut mulai mengelola TikTok sejak 2020 karena kekhawatiran bahwa data pengguna AS dapat diteruskan ke pemerintah China.
CFIUS dan TikTok telah melakukan pembicaraan selama berbulan-bulan dengan tujuan mencapai kesepakatan keamanan nasional untuk melindungi data lebih dari 100 juta pengguna TikTok.
Ketika ditanya tentang peran FBI dalam penyelidikan CFIUS, Wray mengatakan unit investasi asing badan tersebut merupakan bagian dari proses CFIUS.
"Perusahaan China pada dasarnya diharuskan melakukan apa pun yang diinginkan pemerintah China dalam hal berbagi informasi atau melayani sebagai alat pemerintah China," kata Wray.
Menanggapi pernyataan tersebut, pihak TikTok pun angkat suara. Menurut juru bicara TikTok, Brooke Oberwetter, masukan dari dari Wray akan dijadikan bahan pertimbangan dan diskusi lebih lanjut bersama pemerintah AS.
“Meski kami tidak dapat mengungkapkan diskusi yang dilakukan secara spesifik, kami yakin bahwa (diskusi tersebut) dapat menjawab kekhawatiran keamanan nasional dan membuat langkah signifikan menuju solusi (yang diharapkan),” ujar Oberwetter melalui e-mail, sebagaimana dikutip dari Kompas.
Dalam sebuah sidang senat pada September lalu, Chief Operating Officer (COO) TikTok, Vanessa Pappasa menegaskan bahwa perusahaan menjamin seluruh data pengguna AS dan pemerintah di China tidak diberi akses untuk mengontrol data pengguna.
“Kami tidak akan pernah membagikan data, titik,” tegas Pappas.