PARBOABOA, Jakarta - Wilayah Kepulauan Tanimbar di Maluku kembali menjadi sorotan pada tahun 2024 setelah mengalami serangkaian gempa bumi dengan kekuatan bervariasi.
Meskipun tidak ada potensi tsunami yang dilaporkan, guncangan-guncangan ini tetap terasa dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya mitigasi bencana.
Pada malam 19 Desember 2024, wilayah Kepulauan Tanimbar diguncang gempa dengan Magnitudo 4,8 yang berpusat di laut pada kedalaman 173 km, tepatnya pukul 17.51 WIB.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut berpusat di laut dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Masyarakat melaporkan bahwa guncangan terasa cukup kuat di beberapa wilayah sekitar, namun tidak ada laporan kerusakan atau korban jiwa.
Hanya sehari sebelumnya, Tanimbar juga diguncang gempa dengan Magnitudo 5,6. Tetapi, BMKG menyatakan bahwa gempa tersebut juga tidak berpotensi tsunami.
Meski demikian, guncangan terasa hingga daerah sekitarnya, namun situasi segera kembali normal setelah masyarakat memastikan tidak ada dampak yang signifikan.
Beberapa bulan sebelumnya, 27 Agustus 2024, gempa berkekuatan Magnitudo 6,2 mengguncang Laut Tanimbar pada pukul 09.15 WIB dengan pusat gempa yang relatif dangkal, yaitu 10 km.
Meski, berada pada kedalaman 10 km, guncangan ini sempat membuat warga di beberapa daerah panik, meskipun akhirnya dipastikan tidak menimbulkan tsunami. BMKG kembali mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap gempa susulan.
Guncangan lain berkekuatan Magnitudo 5,2 pun juga terasa di Barat Laut Tanimbar pada tanggal 11 November 2024.
Gempa tersebut terjadi pada pukul 08.12 WIB di kedalaman 172 km. Sama seperti gempa sebelumnya, BMKG mengonfirmasi bahwa tidak ada ancaman tsunami.
Serangkaian gempa ini menunjukkan bahwa Kepulauan Tanimbar tetap berada di zona rawan gempa akibat letak geografisnya yang berada di pertemuan lempeng tektonik.
Profesor Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, menekankan bahwa gempa bumi adalah fenomena yang sulit diprediksi, serta ia juga menjelaskan bahwa dampak gempa dapat diminimalkan melalui mitigasi dan edukasi yang tepat.
Di sisi lain, dampak psikologis dari gempa-gempa ini juga perlu mendapat perhatian. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa sering kali mengalami kecemasan berlebih yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Psikolog bencana, Dr. Andini Pramesti, menyarankan pentingnya dukungan mental melalui komunitas atau lembaga untuk membantu masyarakat memulihkan rasa aman.
Menurutnya, pemulihan psikologis perlu diimbangi dengan pemberian informasi yang jelas dan langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi kecemasan berlebih.
Meningkatkan Kesiapan dan Mitigasi Bencana
Meski gempa-gempa di Tanimbar tidak menimbulkan kerusakan besar, masyarakat tetap diimbau untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan.
Pemerintah daerah terus memperkuat upaya edukasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi gempa, seperti memahami tanda-tanda awal tsunami, mempersiapkan jalur evakuasi, serta membangun struktur bangunan yang tahan gempa.
Selain itu, BMKG secara rutin memberikan pembaruan informasi terkait aktivitas seismik di wilayah ini.
Beberapa ahli geologi, seperti Dr. Irwan Meilano dari Institut Teknologi Bandung, menggarisbawahi betapa pentingnya meningkatkan infrastruktur pendeteksi gempa dan tsunami di kawasan timur Indonesia.
Ia menyatakan bahwa dengan alat deteksi dini yang memadai, waktu respons masyarakat dan pihak berwenang dapat diperpendek, sehingga potensi dampak yang ditimbulkan dapat diminimalkan.
Selain itu, di tingkat individu, masyarakat juga diimbau untuk selalu siaga, seperti menyiapkan tas darurat yang berisi kebutuhan penting, termasuk air, makanan, obat-obatan, dan dokumen penting.
Simulasi evakuasi rutin juga diharapkan dapat membantu warga mengenali jalur aman jika terjadi gempa besar.
Kerja sama antara pemerintah, komunitas lokal, dan lembaga internasional juga menjadi kunci dalam memperkuat mitigasi bencana.
Beberapa organisasi internasional seperti Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) telah memberikan pelatihan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam.
Pelatihan ini mencakup penyusunan rencana evakuasi massal hingga simulasi kondisi darurat yang melibatkan warga setempat.
Serangkaian gempa di Tanimbar pada tahun 2024 menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan bencana, terutama bagi daerah yang berada di jalur seismik aktif.
Upaya mitigasi, edukasi, dan penguatan infrastruktur terus dilakukan demi meminimalkan dampak gempa yang mungkin terjadi di masa depan.
Dengan kesiapan yang matang, masyarakat dapat lebih terlindungi dari risiko bencana alam.