PARBOABOA, Pematangsiantar - Selama berbulan-bulan, Restoran Tarihi Balikca di Istanbul, Turki, berjuang menyiasati tingginya harga minyak goreng.
Akan tetapi di awal April, ketika harga minyak goreng meningkat empat kali lipat dibanding 2019, restoran itu terpaksa menaikkan harga makanannya. Hal itu membuat banyak pelanggan setianya pergi.
"Kami bertahan, ayo tunggu sebentar mungkin harga pasar akan membaik dan stabil, tapi ternyata tidak. Para pelanggan tak sanggup membeli (makan)," ujar Mahsun Aktas, pelayan restoran itu kepada Associated Press, dikutip Rabu (27/4/2022).
Harga minyak goreng global kian melejit sejak mulainya pandemi Covid-19. Hasil panen dari Amerika Selatan menurun akibat kekurangan sumber daya manusia serta meningkatnya permintaan industri bahan bakar terbarukan (biofuel).
Nyaris setengah dari pasokan minyak bunga matahari dunia berasal dari Ukraina, dan 25% dari Rusia. Perang telah melejitkan harga pangan tersebut.
Ini merupakan dampak global terbaru terkait pasokan makanan dunia akibat perang yang dikobarkan Rusia.
Konflik itu telah memicu semakin meroketnya harga makanan dan energi yang memang telah meningkat. Kaum miskin merupakan kelompok yang paling terdampak.
Pasokan makanan berada di ambang kehancuran, karena perang telah mengganggu pengiriman biji-bijian dari Ukraina dan Rusia serta memperburuk gentingnya harga pupuk yang kian melejit.
Harga gandum, jelai, dan biji-bijian yang semakin tak terjangkau meningkatkan kemungkinan adanya kekurangan pangan serta ketidakstabilan politik di Timur Tengah, Afrika, dan sejumlah negara-negara di Asia, yang sangat bergantung pada roti dan mie bersubsidi.
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) Harga minyak goreng mencapai titik tertinggi pada Februari 2022, kemudian melonjak lagi sebesar 23% di bulan Maret.
Minyak kedelai, yang dijual seharga US$765 (sekitar Rp11 juta) per metrik ton, meningkat jadi US$1.957 (Rp28,3 juta) pada Maret, lapor Bank Dunia.
Harga minyak kelapa sawit meningkat 200% dan diperkirakan semakin melonjak setelah Indonesia, produsen nomor satu dunia, mulai Kamis melarang ekspor minyak goreng demi menjaga pasokan domestiknya.
Beberapa toko swalayan di Turki telah membatasi penjualan minyak goreng, usai adanya kekhawatiran akan terjadinya panic buying akibat kurangnya pasokan.
Sejumlah pertokoan di Spanyol, Italia, dan Inggris juga menerapkan pembatasan pembelian. Warga Jerman bahkan banyak yang mengunggah foto-foto kosong rak pertokoan yang biasanya menjajakan minyak bunga matahari dan minyak kanola.
Gawatnya lagi, perusahaan listrik di Kenya malah memperingatkan jika saat ini para pencuri telah menguras cairan beracun dari trafo elektrik dan menjualnya sebagai minyak goreng.
"Kami sepertinya terpaksa merebus semuanya sekarang. Memasak dengan cara menggoreng sudah tak ada lagi," ujar Glaudina Nyoni, seorang pembeli di toko swalayan di Harare, Zimbabwe.
Di negara itu harga minyak goreng meningkat dua kali lipat di awal terjadinya perang. Sebotol minyak goreng berkapasitas dua liter dipasarkan dengan harga US$9 (sekitar Rp130 ribu).
Di London, Inggris, Yawar Khan, pemilik restoran Akash Tandoori, mengatakan, minyak goreng kemasan drum yang berisikan 22 liter dibelinya seharga 22 pound Rp405 ribu) beberapa bulan lalu, namun kini melonjak menjadi 38 pound (Rp709 ribu).
"Kami tidak dapat membebankan (kenaikan harga minyak goreng) kepada konsumen, karena akan menimbulkan kerugian juga," ujar Khan, yang masih harus berjuang dengan tingginya harga daging, rempah-rempah, energi, dan upah karyawan.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor refined, bleached, deodorized (RBD) palm oil, yang merupakan bahan baku minyak goreng. Larangan ekspor itu berlaku mulai Kamis (28/4/2022).
Kebijakan diambil demi menyelesaikan masalah tingginya harga minyak goreng dalam negeri dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan targetnya, kebijakan ini mampu membuat harga minyak goreng curah turun dari kisaran Rp20 ribu menjadi Rp14 ribu per liter.