PARBOABOA, Jakarta - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, rupanya mendeteksi adanya upaya pelanggengan kekuasaan di balik kontestasi Pemilu.
Hal itu disentil Megawati dalam pidato perayaan HUT PDIP ke-51 yang digelar pada Rabu (10/1/2024).
Menurutnya, Pemilu telah dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan segelintir elit.
Cara-cara yang dilakukan pun bahkan cenderung anti demokratis. Kekuasaan, kata dia, dipakai untuk mengintimidasi masyarakat akar rumput.
"Kan sedih ya, pencermatan saya akhir-akhir ini sepertinya arah pemilu sudah bergeser. Ada kegelisahan rakyat akibat berbagai intimidasi. Namun saya bersyukur ada kekuatan nurani yang berbicara,” ungkapnya.
Bagi Megawati, Pemilu, sebagai kontestasi politik lima tahunan, mesti dirayakan tanpa mengangkangi nilai-nilai moral dan etika.
“Di dalam pemilu pemilihan umum terdapat moral dan etika yang harus dijunjung tinggi," imbuhnya.
Ia mencontohkan saat dirinya menjadi presiden ke-lima RI. Pemilu kala itu, kata Megawati, berjalan damai dan tanpa kerusuhan.
“Lho saya pernah presiden. Jadi setelah pemilu Ndak ribut saya, yasudah kalau betul itu rakyat memilih ya sudah" imbuhnya.
Megawati juga menyoroti manipulasi hukum yang seakan sudah menjadi pemandangan umum di Indonesia.
Banyak elit, yang menurutnya tak segan mempermainkan sejumlah pasal demi mempertahankan kekuasaan dan jabatan.
"Sekarang hukum itu dipermainkan. Bahwa kekuasaan itu dapat dijalankan semau-maunya saja," tetas Megawati.
Mega Senggol Kasus Pemukulan Relawan Ganjar di Boyolali
Dalam kesempatan yang sama, Megawati juga menyinggung kasus pemukulan relawan Ganjar di Boyolali.
Ia menegaskan, Indonesia sebagai negara merdeka, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Artinya, rakyat tak boleh dijadikan objek kekuasaan, yang sekaligus menempatkan mereka sebagai korban kesewenang-wenangan negara.
Karena itu, dalam kasus Boyolali, Megawati menuntut aparat sipil, polisi, dan TNI untuk menjaga netralitasnya.
"Itu kasus Boyolali kok enak men ya. Sampai bonyok gitu yang dipukuli. Terus saya sampai mikir yang melakukan itu orang tuanya dimana sih, apa bukan rakyat? Ya rakyat lah. Eling lo, TNI sama Polri itu dibayar dari rakyat lah," katanya.
Ia menyayangkan kasus itu terjadi. Padahal, aparat seharusnya melindungi rakyatnya.
“Ini bukan sentimen, justru kalian biar tau kalau kalian abdi negara. Bukan perorangan. Begitu mbok sadar, yang harus dilindungi rakyat,” katanya.
Tak hanya itu, Mega juga menungkit pemisahan antara TNI dengan Polri di zaman pemerintahannya.
Ia menyebut dirinya sudah bersusah-payah memisahkan kedua instansi tersebut dan membekalinya dengan berbagai peralatan.
"Emang dipikirnya gampang? Sudah payah Lo. Karena terpisahkan lagi dari TNI baik-baik. Itu saya beri APBN dan saya belikan peralatan dsb. Eling loh ya yang jadi pemimpin sekarang,” tegasnya.