PARBOABOA, Jakarta - Jaringan Advokasi Nasional untuk Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mendesak DPR dan pemerintah segera memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Anggota JALA PRT, Suwartini juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan, karena pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-Undang sangat mendesak bagi pekerja rumah tangga sepertinya.
"Karena selama ini kan sudah banyak korban yang sangat-sangat kejam," ujar Suwartini kepada Parboaboa di Jakarta, Sabtu (20/5/2023).
Sementara itu, salah seorang asisten rumah tangga, Nur Chasana mengaku upah yang ia terima masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta. Selain itu, Nur Chasana juga tidak mendapat jaminan kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan. Padahal ia telah bekerja sebagai office girl di Kedutaan Besar Uzbekistan di Jakarta sejak 2021.
"Di surat perjanjian kerja (tertulis) tidak dapat uang kesehatan, tidak dapat pesangon, tidak dapat uang lembur. Gaji doang," ceritanya kepada Parboaboa.
Nur berharap RUU PPRT bisa segera disahkan, karena menurutnya, Undang-Undang tersebut bisa menjamin kesejahteraan pekerja rumah tangga seperti dirinya.
"Kita berharap banget ya biar disahkan. Itu kan bukan hanya menguntungkan pekerja, tapi untuk pemberi kerja juga," ungkapnya.
Berdasarkan data Koalisi Sipil untuk PPRT, terjadi 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT sejak 2017 hingga 2022. Kekerasan tersebut mulai dari upah, fisik, psikis, dan seksual.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berjanji RUU PPRT akan segera disidangkan DPR pada pekan depan atau perkiraan 22 Mei 2023..
Moeldoko menyebut, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT sudah final dan akan segera ditandatangani pemerintah, untuk selanjutnya disidangkan.
Sebanyak 367 DIM di RUU PPRT, yang terdiri dari 239 DIM batang tubuh dan 128 DIM penjelasan.