Komisi II DPR soal Kasus Asusila Hasyim Asy’ari: Jadi Evaluasi saat Jaring Calon Komisioner

Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus (berkacamata) saat bersama konstituen di daerah pemilihannya. (Foto: Instagram/@guspardi.gaus)

PARBOABOA, Jakarta - Penjaringan dan pemilihan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode berikutnya diminta untuk lebih selektif. 

Permintaan tersebut berkaca dari pelanggaran kode etik karena tindakan asusila yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari.

Buntut kasus tersebut, Hasyim dicopot dari jabatannya sebagai komisioner dan Ketua KPU periode 2022-2027.

Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus mengingatkan, kasus Hasyim Asy'ari harus menjadi evaluasi dalam penjaringan dan pemilihan komisioner KPU ke depan.

"Dengan memperketat penjaringan calon anggota KPU," katanya di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Tak hanya KPU, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga meminta kasus asusila harus menjadi instrospeksi DPR dan pemerintah.

Menurut dia, pemilihan calon komisioner KPU harus memperhatikan setiap aspek di rekam jejak calon, utamanya di masa penjaringan panitia seleksi (pansel) bentukan pemerintah. 

Selama ini, calon komisioner hanya diuji soal kemampuannya terkait kepemiluan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.

"Perlu juga ditelusuri rekam jejak yang bersangkutan termasuk dari sisi etikanya, sehingga perlu dikuliti lebih mendalam lagi," jelas Guspardi.

Diketahui, tim panitia seleksi bentukan pemerintah ini akan menyeleksi calon-calon yang melamar sebagai komisioner KPU. 

Setelah proses seleksi dari pansel, baru kemudian diserahkan ke DPR untuk dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). 

Jumlah nama yang disetorkan pansel ini harus dua kali lipat dari jumlah komisioner. Dari uji kelayakan dan kepatutan ini, DPR akan memilih 7 orang untuk dipilih menjadi komisioner KPU.

Guspardi juga berjanji akan lebih memperhatikan soal etika dari calon-calon komisioner yang akan diuji kelayakan dan kepatutannya.

Hal ini, kata dia, untuk memastikan pemilihan umum bisa diselenggarakan dengan integritas yang tinggi.

Ia juga mendorong KPU memperkuat memperkuat mekanisme internal agar komisionernya tidak lagi ada yang tersangkut kasus asusila, pelanggaran etika atau kasus hukum. 

Kronologi Singkat Pencopotan Hasyim Asy'ari 

Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berlangsung Rabu (3/7/2024) lalu, resmi memecat Ketua KPU, Hasyim Asy'ari.

Keputusan DKPP ini diambil berdasarkan pengaduan dari seorang panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Den Haag, Belanda berinisial CAT.

DKPP menilai Hasyim terbukti melakukan pelanggaran serius berupa pemaksaan hubungan seksual. 

Pengadu juga menyertakan bukti-bukti adanya pemaksaan dan janji yang disampaikan Hasyim.

Dengan keputusan ini, DKPP meminta Presiden Joko Widodo mengeksekusi putusan ini paling lambat tujuh hari setelah pembacaan putusan.

DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan dari pemecatan Hasyim Asy'ari ini.

Sebelum kasus asusila yang berujung pencopotan, Hasyim Asy'ari sering terjerat kasus pelanggaran etik. Di antaranya:

Potensi konflik kepentingan saat tiket perjalannya ke Yogyakarta pada 18 Agustus 2022 dibiayai tokoh dari Partai Emas, Mischa Hasnaeni Moein.

Kemudian, Hasyim dianggap lalai menerapkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2023 tentang keterwakilan perempuan dalam Pemilu sesuai ketentuan UU. 

Lalu teguran keras saat ia bersama enam anggota KPU lainnya menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden tanpa merevisi PKPU 19 Tahun 2023. 

Teguran lainnya yaitu soal pencoretan anggota KPU terpilih dari Sumatra Utara, Linda, dengan alasan keanggotaan partai politik. 

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS