Gelombang Kekerasan di Sekolah Hantui Anak Indonesia 

Kasus kekerasan di sekolah masih terus saja terjadi di Indonesia. (Foto: iStockphoto/@andresr)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus kekerasan di sekolah masih terus saja terjadi. Insiden kekerasan ini melibatkan berbagai pihak di antaranya siswa, staf sekolah bahkan guru.

Aksi tak terpuji ini dilakukan oleh pihak kuat menindas kepada mereka yang lemah. 

Kasus yang sering terjadi di antaranya kekerasan antarsiswa, guru dan staf sekolah kepada siswa atau sebaliknya, bahkan kepala sekolah kepada guru. 

Menurut data dari Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ada 251 anak berusia 6-12 tahun menjadi korban kekerasan di sekolah pada periode Januari-April 2023. 

Dari jumlah tersebut, 142 di antaranya anak perempuan dan sisanya laki-laki.

Selain itu, tercatat juga 99 anak masuk korban kekerasan fisik, 88 kekerasan psikis, 78 kekerasan seksual, satu eksploitasi, lima penelantaran, dan 35 kekerasan lainnya.

Sementara untuk kelompok usia 13-17 tahun, terdapat 208 anak yang menjadi korban kekeasan. 

Sebanyak 106 anak perempuan dan sisanya 102 laki-laki. Selain itu, 51 anak mengalami kekerasan fisik, 84 kekerasan psikis, 76 kekerasan seksual, empat eksploitasi, satu penelantaran, dan 23 kekerasan lainnya.

Parahnya, kasus kekerasan ternyata juga dialami anak berusia kurang dari enam tahun. 

Data KemenPPPA menyebut, ada 10 korban yang terdiri atas enam anak perempuan dan empat laki-laki. 

Sebanyak lima anak di antaranya mengalami kekerasan fisik, tiga kekerasan psikis, empat kekerasan seksual, dan satu kekerasan lainnya.

Siapa pun pelaku dan motifnya, kekerasan membawa dampak negatif terutama untuk korban yang bahkan dapat mengganggu proses pengajaran dan pembelajaran di sekolah. 

Hal itu karena adanya rasa trauma mendalam yang tertinggal akibat dari aksi-aksi kekerasan yang dialami. 

Upaya Cegah Kekerasan di Sekolah

Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah dan menekan kejadian kasus kekerasan di sekolah. 

Salah satunya dengan program Roots yang bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk mencegah terjadinya perundungan di sekolah. 

Bentuknya dengan pembentukan agen-agen perubahan yang kini jumlahnya sudah mencapai 66.901 siswa agen perubahan.

Program Roots di Indonesia dilaksanakan secara luring dan daring sejak tahun 2021. 

Hingga kini, program Roots telah mendorong 34,14 persen dari sekolah yang ditargetkan untuk membentuk Tim Pencegahan Kekerasan. 

Program ini juga telah mendorong 32,41 persen sekolah untuk mengembangkan prosedur pelaporan yang ramah bagi siswa untuk melaporkan kekerasan di sekolah. 

Sebanyak 79,66 persen fasilitator guru sepakat bahwa ternyata mereka mempunyai hubungan yang lebih positif dengan siswa. 

Di sisi lain, siswa merasa aman untuk melaporkan insiden perundungan di sekolah.

Selain program tersebut, upaya lain yang pemerintah lakukan yakni kampanye anti kekerasan secara masif melalui berbagai platform media sosial. 

Di antaranya Youtube, Instagram, Facebook, TikTok, dan Podcast. 

Pasalnya, tak dapat dipungkiri, di era digitalisasi, penyebarluasan pesan-pesan antikekerasan termasuk di lingkungan sekolah maupun dunia pendidikan sangat efektif melalui platform media sosial.

Sementara di bidang regulasi, Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). 

Regulasi yang diluncurkan pada Agustus lalu itu bertujuan mendorong sekolah-sekolah di Indonesia untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).

Target dalam permen ini yakni menargetkan seluruh sekolah sudah membentuk TPPK di bulan Februari 2024. 

Selain Permen tersebut, Kemendikbudristek juga mengeluarkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkup perguruan tinggi. 

Salah satunya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Rusprita Putri Utami dalam keterangan di laman Kemendikbudristek menegaskan, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memerangi segala bentuk kekerasan di sekolah.

Baginya, pelecehan, eksploitasi, perdagangan manusia, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak harus segera diakhiri.

Editor: Umaya khusniah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS