PARBOABOA, Jakarta - Komisi III DPR RI telah memanggil pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) serta sejumlah pihak guna membahas dugaan eksploitasi terhadap para pemain sirkus.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Rano Alfath menyatakan bahwa Komisi III memandang serius persoalan ini. Pemanggilan bertujuan agar seluruh pihak yang terlibat dapat menyampaikan penjelasan secara terbuka mengenai peristiwa ini.
"Terlebih karena lokasi sirkus ini berada dalam kawasan Taman Safari, sebuah destinasi wisata yang selama ini dikenal sebagai tempat hiburan dan edukasi keluarga, khususnya anak-anak," katanya.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tersebut berlangsung pada Senin (21/04/2025) sekitar pukul 14.00 WIB di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Selain pihak OCI, Komisi III juga memanggil Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat, kuasa hukum para pemain sirkus, pengelola pertunjukan, serta mantan pemain sirkus yang disebut-sebut menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.
Pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group, Jansen Manangsang dalam penjelasannya mengungkapkan bahwa pada tahun 1997, Komnas HAM menerima laporan tentang dugaan pelanggaran terhadap anak-anak yang menjadi pemain sirkus di bawah naungan OCI.
Meski demikian, hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM saat itu tidak menemukan bukti penganiayaan atau penyiksaan.
"Pada tahun 1997 memang ada laporan ke Komnas HAM mengenai pelanggaran terhadap anak-anak pemain sirkus, termasuk dugaan penganiayaan dan penyiksaan. Namun, hasil investigasi menyatakan tidak ditemukan bukti-bukti penganiayaan atau penyiksaan," kata Jansen dikutip dari live streaming TVR Parlemen.
Laporan tersebut disampaikan pada 1 April 1997, dan dalam rekomendasinya, Komnas HAM menegaskan bahwa tidak ada penganiayaan atau penyiksaan yang terjadi.
Komnas HAM kemudian membentuk tim investigasi untuk memverifikasi laporan ini, yang mencakup wawancara dengan pengelola OCI yang didampingi oleh pengacara, serta saksi-saksi dan pelapor.
Penyelidikan berlangsung cukup lama, termasuk peninjauan langsung ke lokasi sirkus di Cisarua dan tempat-tempat lainnya.
"Setelah penyelidikan yang mendalam, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa tidak ada penganiayaan atau penyiksaan yang terjadi," tambah Jansen.
Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM adalah melacak asal-usul para pemain sirkus tersebut dan mencari informasi mengenai orangtua mereka. Pencarian dilakukan bersama pengawas Komnas HAM dan pihak-pihak terkait lainnya pada saat itu.
"Kami sudah melakukan semua langkah yang direkomendasikan oleh Komnas HAM," ujar Jansen.
Sebelumnya, beberapa mantan pemain sirkus OCI yang merupakan perempuan mengungkapkan pengalaman pahit mereka selama bertahun-tahun bekerja sebagai pemain sirkus.
Mereka menceritakan kekerasan fisik, eksploitasi, serta perlakuan tidak manusiawi yang mereka alami. Kisah-kisah memilukan ini disampaikan kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugiyanto, pada Selasa (15/4/2025).
Akibat laporan ini, Taman Safari Indonesia pun ikut terseret dalam pusaran tuntutan yang diajukan oleh mantan pemain sirkus OCI.
Seruan Boikot
Sebelumnya, Muhammad Soleh selaku kuasa hukum para mantan pemain sirkus OCI, mengajak masyarakat untuk memboikot Taman Safari Indonesia.
Dalam dialog publik di salah satu program televisi pada Sabtu (19/04/2025), Soleh menyampaikan bahwa keberadaan Taman Safari tidak bisa dilepaskan dari sejarah kelam OCI.
Ia menegaskan bahwa Taman Safari dibangun di atas penderitaan dan kerja keras para pemain sirkus, khususnya anak-anak yang menjadi korban eksploitasi.
Menurutnya, ketika Taman Safari justru menolak untuk mengakui masalah pokok dan mengabaikan fakta pemisahan 60 balita dari orang tua mereka, sudah sepatutnya masyarakat mempertimbangkan untuk tidak mendukung lembaga tersebut.
Soleh menyampaikan bahwa pernyataannya bukan ditujukan pada institusi Taman Safari sebagai entitas hukum, melainkan kepada tiga tokoh yang memimpin TSI dan sekaligus OCI.
Ia menyebut nama Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw, yang menurutnya belum juga melaksanakan rekomendasi Komnas HAM meskipun laporan dugaan pelanggaran telah ada sejak 1997.
Ia menyatakan bahwa jika mereka khawatir akan kehilangan dukungan publik, maka penyelesaian terhadap rekomendasi tersebut seharusnya menjadi prioritas utama.
Untuk diketahui, Komnas HAM dalam dokumen rekomendasi yang dikeluarkan menyebutkan adanya empat bentuk pelanggaran yang diduga dilakukan oleh ketiga pimpinan tersebut dalam pengelolaan pemain sirkus OCI, yakni:
1. Pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui identitas, asal-usul, dan hubungan kekerabatan dengan orang tuanya.
2. Pelanggaran terhadap hak anak untuk terbebas dari bentuk eksploitasi ekonomi.
3. Pelanggaran atas hak anak untuk mendapatkan pendidikan umum yang layak demi masa depan mereka.
4. (Poin keempat tidak tercantum dalam teks sumber, sehingga tidak dituliskan ulang.)
Soleh dan para mantan pemain sirkus berharap agar kebenaran sejarah ini diakui dan para pimpinan terkait mau bertanggung jawab atas masa lalu kelam yang telah melibatkan anak-anak dalam situasi yang merugikan hak-hak dasar mereka.