PARBOABOA, Medan - Kekecewaan tampak jelas dari wajah Novi (20). Sore itu, pertengahan November lalu, dia keluar dari pintu gerbang Medan Zoo dengan gontai.
Ketika berangkat dari rumah, ia sudah membayangkan aneka satwa yang bisa dilihat di sana. Tapi warga Kota Medan itu harus gigit jari.
"Sudahlah kita capek-capek berjalan jauh, ternyata yang dilihat pun tidak ada," katanya bersungut kepada Parboaboa.
Banyak kandang di Medan Zoo kosong melompong. Tidak tampak ada satwa di dalamnya.
Kondisi beberapa kandang memprihatinkan. Kandang burung Kakak Tua Jambul Kuning dan Enggang yang sudah tidak laik, misalnya. Kayu-kayu di kandang tampak lapuk dan tinggal menunggu rubuh.
Sementara di lokasi lain, kuda dilepas begitu saja di area Medan Zoo. Ia dibiarkan memakan ilalang yang tumbuh liar di kawasan seluas 30 hektare ini.
Di sisi lain area kebun binatang, kawat di dinding kandang seekor monyet putih berekor telah menganga. Terlihat bekas luka dan darah di kaki dan tangan si monyet akibat tergores kawat itu.
Kandang harimau tak kalah kusam. Rumput liar tumbuh tinggi di dalam kandang.
Kondisi Medan Zoo mulai mendapat sorotan sejak awal November lalu. Kematian Harimau Sumatra (panthera tigris sumatrae) bernama Erha membetot perhatian publik.
Erha mengembuskan napas terakhir diduga karena kelaparan, namun hasil nekropsi dan autopsi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara belum keluar.
Bahkan ketika Parboaboa meliput di Medan Zoo selama beberapa pekan, sempat terdengar kabar ada seekor harimau lain yang mati.
Namun, pengelola maupun karyawan kompak tutup mulut ketika dikonfirmasi. Beberapa kali Parboaboa berkunjung ke Medan Zoo usai kematian Erha, kandang harimau kosong.
Padahal Medan Zoo memelihara 13 ekor harimau, enam ekor harimau Sumatra dan tujuh ekor harimau benggala (panthera tigris tigris).
Pengelola menjelaskan, setelah kematian harimau Erha, BBKSDA lantas memeriksa kesehatan sisa dari harimau yang menghuni Medan Zoo.
Pemeriksaan tersebut dilakukan tim independen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama dokter hewan dan ahli satwa. Beberapa hari kemudian, mulai tampak beberapa ekor harimau di dalam kandang Medan Zoo.
Mereka terlihat hanya tidur-tiduran di sudut kandang, di antara rumput tinggi di sana. Tubuhnya terlihat kurus, lemas dan tak bertenaga.
Buruknya kesejahteraan satwa jadi salah satu problem akut di Medan Zoo.
Anggaran Medan Zoo Minus
Masalahnya berpangkal pada cekaknya kondisi keuangan pengelola. Untuk biaya makan satwa tiap bulan saja sekira Rp90 juta.
Sementara pemasukan yang diperoleh pengelola tiap bulannya paling banyak Rp50 juta. "Itu aja pun masih minus," ungkap Budi, sumber di internal pengelola Medan Zoo.
Medan Zoo mengandalkan satu-satunya sumber pemasukan dari tiket masuk. Tarifnya Rp15 ribu per orang untuk hari biasa dan Rp20 ribu di akhir pekan atau hari libur nasional .
Dahulu, lanjut Budi, pengunjung Medan Zoo bisa mencapai 500 sampai 2 ribu orang per hari. Sekarang, hanya berkisar di angka 50 orang per hari.
"Itu pun payah dapat. Tapi sesekali bisalah dapat," ungkapnya.
Pengunjung sebanyak itu tidak mampu lagi menopang keberlangsungan Medan Zoo. Biaya operasional untuk menjalankan kebun binatang tiap bulan diperkirakan mencapai Rp250 juta.
Budi juga tak menampik, pandemi COVID-19 memukul telak pendapatan Medan Zoo. Selama periode itu, jumlah pengunjung anjlok drastis.
Pascapandemi COVID pun jumlah pengunjung ke Medan Zoo tak serta merta kembali seperti sedia kala.
Belum lagi hadir kompetitor baru seperti Central Park Zoo di Deli Serdang dan Rahmat Zoo and Park di Serdang Bedagai turut mempengaruhi kunjungan pengunjung di Medan Zoo.
"Dulu sepi-sepinya masih dapat Rp250 juta per bulan," kenang Budi.
Medan Zoo kian kehilangan daya tarik bagi pengunjung. Fasilitas yang tersedia, kata Budi, sudah tua.
Banyak pula infrastruktur yang sudah rusak. Keterbatasan anggaran membuat pengelola tidak punya keleluasaan untuk memperbaikinya.
Manajer Medan Zoo, Pernius Harefa telah melaporkan kondisi kebun binatang, mulai dari biaya operasional hingga kerusakan fasilitas kepada Pemerintah Kota Medan.
"Laporan ke Pemkot? Sudah," katanya kepada PARBOABOA.
Medan Zoo seolah dibiarkan sekarat sendirian. Statusnya yang berada di bawah Perusahaan Umum Daerah (PUD) Pembangunan Medan membuat Kebun Binatang tidak bisa mendapat kucuran dana dari APBD.
"Kita kan aset yang terpisahkan," keluh Pernius.
Berharap pada subsidi silang yang diterapkan PUD Pembangunan dengan unit lain dalam naungannya juga tetap tak mampu menutupi kekurangan anggaran Medan Zoo.
Di sisi lain, biaya operasional kebun binatang terus membengkak. Saat ini saja, pengelola menunggak biaya makanan hewan selama empat bulan kepada vendor.
Bahkan saat pandemi, ungkapnya, pengelola terpaksa meminta-minta donasi kepada masyarakat agar satwa di Medan Zoo bisa tetap diberi makan.
Hal lain yang tak kalah miris, lanjut Pernius sudah empat bulan karyawan Medan Zoo tak gajian. Jumlah personel pun kian hari makin menyusut. Tidak ada lagi dokter hewan yang bekerja di Medan Zoo.
"Dari 32 karyawan sekarang 24 orang. Lama-lama bisa habis, saya pun lari," ungkapnya.
Pernius sebenarnya sudah lempar handuk. Ia menyerah mempertahankan Medan Zoo. Baginya, Medan Zoo sebaiknya ditutup.
Situasi yang dihadapi Medan Zoo kian pelik. Jabatan Dirut PUD Pembangunan Medan tengah kosong sejak dicopot Mei lalu. Adapun pelaksana tugas (Plt) Dirut saat ini baru saja ditunjuk, usai pengganti sebelumnya telah habis masa jabatannya.
Parboaboa sempat menghubungi bagian umum PD Pembangunan, Rinaldi melalui aplikasi perpesanan, untuk mengonfirmasi kondisi Medan Zoo. Namun, yang bersangkutan tidak memberikan klarifikasinya.
Opsi Medan Zoo Diswastanisasi
Di tengah kondisi yang memprihatinkan, ada usul kebun binatang itu diswastanisasi. Ide tersebut dilontarkan anggota Komisi III DPRD Medan, Erwin Siahaan.
Dengan menyerahkan pengelolaan ke pihak ketiga, Medan Zoo diharapkan bisa bertahan.
"Kerja sama bagi hasil aja, seperti Siantar. Pengelolaannya, satwa-satwanya, semua," katanya kepada Parboaboa.
Namun, pelibatan pihak swasta butuh jaminan iklim investasi yang sehat. Selain itu perlu ada kemudahan regulasi serta jaminan keuntungan bagi pihak ketiga.
Pemkot, kata Erwin, perlu menyediakan ketiga hal tersebut. Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu berjanji akan memanggil PUD Pembangunan Medan selaku pengelola Medan Zoo untuk meminta penjelasan ihwal kematian satwa dan gaji pegawai yang belum dibayarkan.
Menurutnya, perlu ada dana talangan dari APBD untuk membantu menyelamatkan Medan Zoo. Tentunya langkah tersebut perlu diambil sesuai dengan regulasi yang ada.
"Saya pikir itu bisa diserap, karena bukan binatang, manusia pun juga dihidupi di situ," imbuh Erwin Siahaan.
Sementara Wali Kota Medan, Bobby Nasution pernah berjanji akan memperbaiki pengelolaan Medan Zoo. Janji itu ia sampaikan pascakematian harimau Erha.
"Bahkan dari beberapa waktu lalu (memperbaiki) agar pengelolaannya, semakin lebih baik," katanya awal November lalu.
Lembaga pemerhati lingkungan, WALHI Sumatra Utara mengkritik situasi yang terjadi Medan Zoo.
Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menilai Medan Zoo tidak dikelola dengan baik. Padahal, lanjut dia, kebun binatang bisa menjadi pusat edukasi satwa untuk masyarakat.
Apalagi selama ini, izin yang diberikan untuk Medan Zoo adalah konservasi satwa.
"Mandat tersebut harus dijalankan. Enggak bisa main-main sebenarnya untuk ini," tegasnya kepada Parboaboa. Yang terjadi malah satwa telantar di Medan Zoo.
Rian, begitu ia akrab disapa mengingatkan Pemkot Medan agar kematian harimau Erha tidak terulang lagi. Ia berharap Medan Zoo menjadi lembaga konservasi yang fasilitasnya bisa melindungi hewan serta menjadi pusat edukasi.
Rian juga mendesak BKSDA Sumut intens melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pengelolaan satwa dan manajemen di Medan Zoo.
"Harus dipastikan berjalan dengan baik dan kita tidak mau lagi ada kasus kematian seperti ini," pintanya.
Reporter: Susanna Hutapea
Editor: Kurniati