Kontroversial Jokowi Soal Presiden Boleh Berpihak dan Berkampanye

Ilustrasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut kampanye dan memihak bagi presiden dalam pemilihan umum diperbolehkan asal dengan syarat. (Foto: Pexels)

PARBOABOA, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan kontroversial terkait Pemilihan Umum (Pemilu) khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres).

Jokowi menekankan bahwa Presiden dan Menteri diperbolehkan untuk berpihak dalam pemilihan presiden, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. 

Pernyataan itu didasarkan pada hak politik warga negara dan jabatan politik yang dipegang oleh masing-masing pejabat negara.

Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, terdapat kekhawatiran sejumlah pihak, salah satunya datang dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). 

Mereka menekankan, bahwa hal ini dapat menjadi pembenaran bagi Presiden sendiri, Menteri, dan pejabat bawahan untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan dalam Pemilu 2024. 

Apalagi jika kritik itu diperkuat dengan adanya konflik kepentingan, mengingat anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, merupakan Calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo Subianto. 

Kekhawatiran itu berakar pada pentingnya netralitas aparatur negara untuk pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.

Pernyataan Presiden Jokowi dikatakan hanya merujuk pada Pasal 281 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, yang mengatur tentang kampanye pemilu melibatkan pejabat negara tanpa menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan, dan wajib cuti di luar tanggungan negara saat berkampanye. 

Namun, Pasal 282 UU No. 7 Tahun 2017 melarang pejabat negara melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Ditambah lagi, Pasal 283 ayat (1) dengan UU yang sama, melarang pejabat negara dan aparatur sipil negara melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye, dengan tujuan memastikan pejabat negara tidak menyalahgunakan jabatan dan fasilitas negara.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Perludem mendesak agar Presiden Jokowi menarik pernyataannya terkait menghalalkan kontrasnya keberpihakan dari seorang presiden. 

Hal itu demi mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu dan memastikan keadilan dan demokrasi.

"Berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis," papar Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (24/1/2024). 

Selain itu, Bawaslu juga didesak untuk menindak ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara yang menguntungkan peserta pemilu tertentu. 

Perludem juga meminta agar Bawaslu segera menghentikan aktifitas yang mengarah pada keberpihakan atau penyalahgunaan program pemerintah untuk mendukung peserta pemilu tertentu.

Sebelumnya Jokowi di di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024), menyatakan bahwa seorang presiden boleh memihak. 

Termasuk kata dia, berkampanye dalam pilpres. Namun hal itu dengan syarat selama mengikuti aturan waktu kampanye serta tidak menggunakan fasilitas negara.

Pernyataan itu diketahui sebagai respons Jokowi terhadap menteri-menteri yang berkampanye dalam Pilpres 2024. Bagi Jokowi, hal itu tidak ada indikasi melanggar.

Editor: Aprilia Rahapit
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS