Kasus Cacar Monyet Terus Bertambah, IDI Ingatkan Pentingnya Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

Kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia terus bertambah. (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia terus bertambah.

Hingga Minggu (29/10/2023) lalu, total kasus positif mencapai 24 kasus. Terbaru, kasus tersebut telah ditemukan di Tangerang Selatan, Banten dan Bandung, Jawa Barat. Di Tangsel, kasus cacar monyet sebanyak 4 kasus dan di Bandung 1 kasus. Seluruh pasien berjenis kelamin laki-laki, dengan rentang usia 25 hingga 48 tahun.

Menurut Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ngabila Salma, dinasnya terus berupaya memutus mata rantai penularan setiap pasien positif dan mencari penyebab penularan cacar monyet ini.

”Kami sudah mengisolasi suspek meski gejalanya ringan agar memutus penyebaran lebih luas,” katanya saat menjawab pesan singkat PARBOABOA, Senin (30/10/2023).

IDI Kawal Perkembangan Kasus Cacar Monyet

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah membentuk Satgas Cacar Monyet dan akan terus mengawal perkembangan kasusnya di Indonesia.

Menurut Ketua Umum PB IDI, Moh. Adib Khumaidi, lembaganya akan terus bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan penanganan terbaik bagi pasien dan masyarakat.

"Perlu upaya berkelanjutan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan dan organisasi internasional agar dapat mengatasi masalah cacar monyet di Asia Tenggara ini secara efektif," katanya.

Adib juga mengingatkan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, termasuk akses terhadap pengobatan yang efektif, peningkatan pendanaan untuk penelitian dan upaya pengendalian, serta pembentukan respons terkoordinasi yang melibatkan partisipasi semua negara terutama di Asia Tenggara.

Apalagi Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan penyakit cacar monyet ini sebagai darurat kesehatan masyarakat global pada Juli 2022.

Laporan WHO juga menyebutkan ada kekhawatiran kasus cacar monyet ini agak terabaikan di Asia Tenggara karena kurangnya akses terhadap fasilitas medis yang memadai.

"Virus cacar monyet menjadi perhatian di banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara. Penyakit yang mirip dengan cacar ini disebabkan oleh virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat,” ungkap Adib.

Cacar monyet, kata dia, menular dari manusia ke manusia, tidak hanya dari hewan ke manusia. Cepatnya penyebaran cacar monyet ini disebabkan berbagai faktor, terutama dari orang yang bepergian dari luar negeri.

”Perdagangan internasional hewan seperti monyet; munculnya jalur penularan baru dari manusia ke manusia, khususnya melalui hubungan seksual Lelaki Seks Lelaki (LSL); munculnya gejala yang tidak biasa; dan masih minimnya ketersediaan vaksin MPox di negara-negara berisiko tinggi. Lebih dari 90 persen kasus cacar monyet di dunia dilaporkan pada populasi khusus yaitu homoseksual dan biseksual,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Satgas Cacar Monyet PB IDI, Hanny Nilasari mengatakan, kurangnya kesadaran masyarakat menjadi salah satu alasan utama diabaikannya penyakit ini di Asia Tenggara.

Hanny menilai, banyak masyarakat yang masih belum mengetahui gejala cacar monyet dan mungkin tidak tahu cara melindungi diri dari penyakit tersebut.

“Kurangnya informasi ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, yang dapat berakibat lebih parah. Selain itu, sering terjadi kesalahpahaman mengenai penyakit ini,- bahwa Mpox bukanlah penyakit serius atau tidak umum terjadi,” jelasnya.

Kondisi tersebut, lanjut Hanny akan mengakibatkan masyarakat tidak peduli dan enggan mengambil tindakan dengan melindungi diri dari infeksi saat terserang penyakit cacar monyet.

“Terlepas dari tantangan-tantangan ini, penting untuk menyadari peran kesadaran masyarakat dalam mengatasi masalah cacar monyet di Indonesia dan Asia Tenggara. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai gejala-gejala penyakit ini, dan mendidik masyarakat tentang cara melindungi diri dari infeksi, kita dapat mengurangi penyebaran penyakit dan meningkatkan hasil bagi mereka yang terinfeksi,” kata Hanny.

Hanny mengingatkan banyak penderita cacar monyet memiliki gejala ringan, yang mungkin tidak cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis.

Hal seperti itu, dapat mengakibatkan penyakit ini terabaikan, karena orang mungkin berasumsi bahwa gejalanya tidak serius dan akan sembuh dengan sendirinya.

”Kasus cacar monyet yang ringan sekalipun dapat menular dan menyebabkan penyebaran penyakit, serta berakibat fatal terutama pada pasien dengan imunitas rendah, ujarnya.

Hanny melanjutkan, perlunya pengembangan dan penelitian lebih lanjut untuk pengendalian cacar monyet ini dan masih banyak pemerintah di kawasan Asia Tenggara yang kurang memperhatikan masalah penelitian.

“Hal ini menyulitkan organisasi layanan kesehatan untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif dan melakukan penelitian yang diperlukan mengenai pengobatan dan vaksin. Selain itu, cacar monyet sering kali mendapat prioritas rendah dari berbagai organisasi dan tidak dipandang sebagai isu prioritas dibandingkan penyakit lain, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, atau malaria,” tutupnya.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS