PARBOABOA, Jakarta - Ledakan tungku milik smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) Morowali, Sulawesi Tengah pada Minggu (24/12/2023) lalu, menjadi catatan kelam dunia industri di Indonesia.
Apalagi, jumlah korban ledakan yang terjadi di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini terhitung sangat besar dalam sejarah pengoperasian smelter nasional.
Per Senin (26/12/2023), jumlah korban bertambah menjadi 18 orang dari 13 orang. Di antaranya 10 orang tenaga kerja Indonesia dan 8 tenaga kerja asing asal Tiongkok.
Selain korban tewas, ledakan smelter juga membuat 40an orang luka-luka.
"Harus ada tindakan korektif dari Pemerintah. Kita khawatir, smelter ini akan menjadi mesin pembunuh pekerja kita," tegas Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, dalam keterangannya kepada Parboaboa, Selasa (27/12/2023).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini juga meminta pemerintah melakukan audit terhadap industri smelter di Indonesia, berkaca pada ledakan yang terjadi di Morowali.
"Untuk menjamin keselamatan seluruh pekerja yang ada di smelter," lanjut Mulyanto.
Dugaan Pelanggaran Aturan K3
Kejadian di PT ITSS juga mendapat perhatian dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia).
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat menduga ada pelanggaran aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT ITSS sehingga terjadi ledakan tungku smelter yang mengakibatkan korban jiwa dan korban luka-luka.
Menurutnya, selama ini, pengawasan terhadap penerapan K3 oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) masih sangat lemah.
Hal tersebut imbas kemudahan berinvestasi dari pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.
"Pengawasan yang lemah dan minimnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan adalah persoalan klasik yang tidak pernah diselesaikan pemerintah," kesal Mirah.
Ia mengingatkan Kemenaker serius melakukan pengawasan ketenagakerjaan, termasuk soal penerapan K3 seluruh perusahaan di Indonesia.
"ASPEK Indonesia berharap ledakan tungku di PT ITSS menjadi yang terakhir dan tidak terjadi di tempat lain," tegas Mirah.
Ia juga menilai, kecelakaan kerja di PT ITSS merupakan tragedi kemanusiaan yang harus menjadi perhatian serius Pemerintah.
Oleh karenanya, Kemenaker diminta mengusut tuntas penyebab ledakan dan memeriksa penanggung jawabnya. '
"Pimpinan PT ITSS harus diproses secara hukum dan ditutup sementara agar proses pemeriksaan dapat dijalankan secara menyeluruh," katanya.
Terhadap korban jiwa, PT ITSS wajib bertanggung jawab, demi memastikan keluarga korban dapat melanjutkan kehidupannya setelah kehilangan kepala keluarga, imbuh Mirah Sumirat.
Sebelumnya, Media Relations Head PT IMIP, Dedy Kurniawan mengatakan, perusahaannya telah memberangkatkan jenazah korban pekerja ke keluarganya masing-masing.
Sementara untuk pekerja TKA Tiongkok, PT IMIP juga telah berkoordinasi dengan instansi berwenang soal pemberangkatan jenazah ke Tiongkok.
PT IMIP, kata dia, juga memberikan santunan sebesar Rp600 juta untuk pekerja yang tewas saat ledakan tungku smelter.
Sedangkan korban luka dan tengah mengajalani perawatan intensif di RSUD Morowali, PT IMIP mengklaim akan menanggung biaya pengobatan.
“Selama perawatan PT IMIP juga memastikan seluruh kebutuhan korban terpenuhi, baik fisik maupun psikis,” ungkap Dedy Kurniawan.
Saat ini, tengah dilakukan investigasi terkait sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di pabrik PT ITSS, sembari menghentikan sementara operasional pabrik.
“Perusahaan siap melakukan segala bentuk perbaikan sesuai ketentuan berlaku,” tuturnya.
Editor: Kurniati