Logam Berat Kepung Warga Bantaran Cilemahabang: Sumur hingga Kolam Ikan Terkontaminasi

Sampel air sungai Cilemahabang yang diambil di Bendungan 7 Lemahabang. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

PARBOABOA – Warga Desa Waluya, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi berada dalam bayang-bayang ancaman logam berat. Sungai Cilemahabang yang sehari-hari mereka pakai untuk mencuci dan mandi telah tercemar.

Parboaboa melakukan uji lab mandiri untuk mengetahui kontaminasi logam berat di Sungai Cilemahabang. Pengambilan sampel dilakukan pada dua titik berbeda yang mewakili kawasan hulu dan hilir sungai.

Sampel pertama diambil di di Ekowisata Bambu Kuning, Pasirsari, Cikarang Selatan, letaknya dekat kawasan industri Jababeka II. Sampel kedua diambil di Bendungan Tujuh Lemahabang, Desa Waluya, Cikarang Utara.

Pengambilan sampel dilakukan sore hari pada 13 Agustus 2023. Lantas sampel diuji di laboratorium PAM Jaya, Jakarta Pusat.

Hasil uji lab mendeteksi kandungan logam berat jenis tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), dan seng (Zn) di Sungai Cilemahabang.

Kadarnya bervariasi, yakni Cu sebesar <0,017 mg/L; Fe 0,069 hingga 0,183 mg/L; Mn 0,356 hingga 0,403 mg/L; dan Zn 0,043 hingga 0,075 mg/L.

Kandungan logam berat di Sungai Cilemahabang itu memang masih berada di bawah baku mutu atau standar yang ditoleransi dalam aturan lingkungan.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VI, baku mutu tembaga 0,02 mg/L, besi 0,3 mg/L, mangan 0,1 mg/L, dan seng 0,05 mg/L.

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Budi Haryanto menilai temuan logam berat di Sungai Cilemabang masih dalam batas aman karena berada di bawah baku mutu.

Sampel air sungai Cilemahabang yang diambil di dua lokasi, yakni Bendungan 7 Lemahabang (kiri) dan Ekowisata Bambu Kuning (kanan). (Foto: PARBOABOA/Muazam)

“Kalau hasilnya masih di bawah batas baku mutu yang diperbolehkan, ya relatif aman. Baku mutu itu dibuat dengan dasar pertimbangan adalah di level baku mutu tersebut itu masih aman buat manusia,” ujar Budi kepada Parboaboa, Kamis (21/9/2023).

Namun begitu, masyarakat harus tetap berhati-hati karena logam berat memiliki dampak kesehatan bila masuk ke tubuh dalam porsi tertentu.

“Di atas baku mutu baru berbahaya bagi kesehatan. Baku mutu dibuat berdasarkan efek-efek kesehatan yang memang mungkin bisa terjadi,” tegas Budi.

Menurut Indonesian Public Health, logam berat jenis tembaga, besi, mangan, dan seng dalam jumlah kecil merupakan unsur esensial bagi makhluk hidup.

Akan tetapi, dalam jumlah besar tembaga dapat bersifat toksik kronis. Gejala toksisitas Cu dapat berupa kehilangan selera makan, kehausan, krisis hemolitik yang ditandai wajah pucat, urine berwarna coklat, sakit kepala, sakit lambung, kehilangan keseimbangan, muntah serta diare, hingga kerusakan hati dan ginjal.

Pada anak-anak, keracunan Cu bisa menyebabkan penurunan tingkat intelegensi dalam masa pertumbuhan, batuk-batuk dan pendarahan hidung. Keracunan akut Cu juga menyebabkan nekrosis sentrilobular hepar.

Sementara toksisitas besi bisa memunculkan kondisi berupa kerusakan jaringan yang disebut dengan hemokromatosis. Sedangkan keracunan mangan bisa menyebabkan gangguan permanen sistem saraf ekstrapiramidal, gangguan kejiwaan serta sirosis hati.

Toksisitas akut pada seng bisa berupa sakit lambung, diare, mual dan muntah-muntah.

Menurut Nina Iszatt dari Norwegian Institute of Public Health, logam berat bersumber dari emisi, konsentrasi, dan produk yang mencemari makanan, air, serta udara.

Dia menjelaskan, logam berat itu akan masuk ke dalam tubuh melalui aktivitas manusia seperti makan, minum, berenang, menyusui, dan penggunaan produk yang terkontaminasi.

Warga Gunakan Air hingga Terkena Penyakit

Sore itu, pertengahan Agustus lalu, Maah (72) memeras pakaian di pinggiran sungai Cilemahabang dengan tangan keriputnya. Ia terpaksa menggunakan air sungai tercemar untuk mencuci pakaian.

Di rumah perempuan sepuh itu tidak ada pasokan air bersih. Ia juga tak mampu membeli air bersih jeriken dalam jumlah besar.

“Kalau nggak nyuci di mari di mana? Semua pada pake air sungai. Di sini nggak ada yang punya sumur,” ujar Maah saat ditemui di rumahnya yang terletak di bantaran Sungai Cilemahabang.

Maah mencuci pakaian dengan menggunakan air sungai Cilemahabang yang tercemar. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

Maah hanya mampu membeli air bersih 2 jeriken seharga Rp5 ribu dalam sehari. Air bersih itu digunakan untuk minum dan membilas pakaian yang telah dicuci dengan air sungai.

Warga bantaran Sungai Cilemahabang yang menempati tanah negara memang tidak punya akses air bersih. Rumah mereka tidak bisa digali sumur, berlangganan air bersih PAM pun susah.

Mereka terpaksa menggunakan air Sungai Cilemahabang untuk mencuci pakaian dan perabot, mandi, hingga menyiram tanaman.

Imbasnya, warga sering terserang penyakit kulit, mata perih, dan ketombean pada kulit kepala.

Salah satu warga, Wiwi (52) mengalami gatal-gatal di kaki dan tangan pada bulan lalu.

“Saya kemarin (bulan lalu) pada gatal di tangan dan kaki sampai bernanah-nanah,” ucapnya.

Ia sempat memeriksakan penyakitnya itu ke klinik. Kata dokter, penyebab gatal-gatal itu adalah penggunaan air tercemar.

Seorang anak mengidap penyakit kulit karena keseringan menggunakan air tercemar sungai Cilemahabang. (PARBOABOA/Muazam)

“Saya periksa ke klinik. Kata dokternya, Bu kalau bisa pakai air bersih ya, ini kena kuman,” cerita Wiwi.

Ia tak sekali-dua kali mengalami gatal-gatal. Wiwi sampai merasa malu karena berulang kali berobat dengan keluhan yang sama.

“Kadang saya beli salepnya aja, ya habis begitu terus,” kata Wiwi.

Bagi Wiwi, air bersih menjadi barang mewah. Dalam sehari, ia bisa merogoh kocek Rp10 ribu hingga Rp15 ribu untuk membeli air bersih.

Warga mencuci eceng gondok di aliran sungai Cilemahabang. (PARBOABOA/Muazam)

Air bersih itu digunakan untuk minum, sesekali buat mencuci serta mandi karena ia kapok terkena penyakit kulit melulu.

Tak ada bantuan air bersih secara merata dari pemerintah. Di Rukun Tetangga tempat Wiwi dan Maah tinggal, tidak ada bantuan air bersih. Kondisinya berbeda dengan daerah lain.

Wiwi berharap pemerintah bisa memberikan bantuan air bersih, sehingga pengeluaran warga untuk hidup sehari-hari berkurang.

“Kalau ada mah enak kita nggak mesti beli terus,” ucapnya.

Logam Berat Cemari Air Tanah

Logam berat juga telah mengontaminasi air tanah warga Desa Waluya yang berada di bantaran Sungai Cilemahabang.

Parboaboa melakukan uji lab mandiri untuk mengetahui kontaminasi logam berat di air tanah milik warga.

Pengambilan sampel dilakukan pada dua titik berbeda, yakni air tanah milik Untung dan air tanah Musala Jannatus Sholihin. Yang disebut terakhir merupakan salah satu sumber air bersih andalan warga.

Sampel air tanah diambil pada 3 September 2023, lalu diuji pada laboratorium PAM Jaya, Jakarta Pusat.

Musala Jannatus Sholihin, tempat mengambil sampel air tanah. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

Sampel air tanah diambil pada jarak maksimal 25 meter dari sungai Cilemahabang. Air tanah itu berasal dari sumur bor dengan kedalaman 24 meter hingga 60 meter.

Hasilnya menunjukkan, logam berat seng, mangan, dan besi terdeteksi di air tanah milik Untung dan Musala Jannatus Sholihin. Namun, jumlahnya masih di bawah baku mutu.

Kandungan seng antara 0,012 mg/L hingga 0,024 mg/L; mangan 0,017 mg/L hingga 0,078 mg/L; dan besi <0,015 mg/L.

Untung mengaku tak pernah mengalami sakit karena mengkonsumsi air tanah yang tercemar logam berat. Ia sudah puluhan tahun mengandalkan air tanah untuk minum.

Alhamdulillah, nggak ngerasa kenapa-kenapa. Sumur ini sejak saya tinggal di sini,” ujar Untung.

Begitu juga dengan warga lain yang mengandalkan air tanah dari sumur bor di Musala Jannatus Sholihin.

Air tanah musala itu memang diandalkan warga untuk kebutuhan minum dan mandi. Tak semua warga punya sumur bor sendiri seperti Untung.

Meski kadar logam berat masih di bawah baku mutu, air tanah yang dipakai warga tetap perlu diawasi karena bisa mengancam kesehatan.

Kolam Ikan Warga Terpapar Logam Berat

Tak cuma air tanah, kolam ikan warga ikut terpapar logam berat. Akibatnya, pangan warga Desa Waluya terancam.

Logam berat itu terdeteksi di kolam ikan milik Untung dan Syamsudin. Parboaboa mengambil sampel air kolam ikan warga pada 3 September lalu, dan diuji di laboratorium PAM Jaya, Jakarta Pusat.

Kolam ikan atau empang milik Untung—yang sampel airnya diuji lab. (PARBOABOA/Muazam)

Hasil uji lab menunjukkan, logam berat seng, mangan, besi, dan tembaga terdeteksi di air kolam ikan Untung dan Syamsudin. Namun, jumlahnya masih di bawah baku mutu.

Hasil uji lab menemukan kandungan seng <0,016 mg/L hingga 0,024 mg/L; mangan 0,102 mg/L hingga 0,147 mg/L; besi 0,019 mg/L hingga 0,024 mg/L; dan tembaga <0,017 mg/L.

Untung mengisi kolamnya dengan ikan mujair, gurame, dan patin. Sedangkan Syamsudin mengisinya dengan ikan lele untuk dijual kembali.

Keduanya mengaku tak pernah mengalami sakit karena mengkonsumsi ikan peliharaan mereka.

Meski warga mengaku kondisi kesehatan mereka baik-baik saja, sejauh ini belum pernah ada pengecekan ilmiah laboratorium tersendiri untuk memastikan bahwa seluruh hasil ternak kolam warga memang benar-benar aman dikonsumsi.

Kolam ikan milik Syamsudin—yang sampel airnya diuji lab. (PARBOABOA/Muazam)

Pemerintah Kabupaten Bekasi tak bisa berbuat banyak terhadap pencemaran logam berat di daerahnya.

Sejauh ini mereka hanya bisa memetakan sumber pencemaran dan mendata perusahaan yang beroperasi di sepanjang aliran Sungai Cilemahabang.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Syafri Donny Sirait, terdapat tiga klaster sumber pencemaran sungai Cilemahabang yakni kawasan industri, pabrik di bantaran sungai, dan permukiman.

Langkah yang bisa diambil DLH ialah pengawasan administrasi. Mereka melakukan pengecekan secara berkala standar lingkungan perusahaan-perusahaan tersebut.

Selain itu, langkah penindakan pun masih minim. DLH hanya menunggu pengaduan masyarakat atas pencemaran sungai Cilemahabang.

“Jika ada aduan masyarakat baru kita tindaklanjuti, itu pun harus dengan bukti,” ujar Donny.

Parboaboa telah berusaha mewawancarai pengelola kawasan industri Jababeka II dan Lippo Cikarang, untuk menanyakan seputar pengawasan dan pengolahan limbah pabrik yang beroperasi di lingkungan mereka. Namun surat permohonan wawancara yang kami layangkan belum direspons hingga tenggat penulisan artikel ini. 

Kami juga memilih secara acak tiga perusahaan yang beroperasi di sekitar Sungai Cilemahabang. Tiga perusahaan tersebut adalah PT Lae Tat Chemindo, PT EP Tech (Electron Parts Technology Indonesia), dan PT Genero Pharmaceuticals.

Dari sampel acak itu, kami ingin mengetahui bagaimana praktik pengelolaan limbah oleh perusahaan di sekitar lokasi. Tapi belum ada satu pun perusahaan yang menanggapi permohonan wawancara Parboaboa. 

*Laporan ini merupakan bagian ketiga seri liputan tentang cemaran logam berat di Sungai Cilemahabang Kabupaten Bekasi, yang didanai AJI Jakarta dan Internews EJN

Editor: Jenar
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS