PARBOABOA, Simalungun - Vaksin rabies di Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara hanya tersisa 300 vial.
Kepala Bidang Peternakan di Distan Simalungun, Resna Siboro khawatir, minimnya stok vaksin di Simalungun berdampak pada penanganan kasus rabies yang belakangan kembali terjadi di kabupaten itu.
"Itu stok vaksinnya tinggal 300 dosis dan itu pun kita persiapkan untuk hari rabies sedunia pada 29 September yang akan datang. Mungkin hanya 100 sampai 150 ekor yang bisa divaksin," katanya.
Distan, kata Resna, awalnya telah menyiapkan 1.000 vial vaksin rabies yang berasal dari bantuan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sumut.
"Namun seribu vial tersebut digunakan untuk penanganan kasus rabies di Simalungun dan tersisa 300 vial vaksin," jelasnya lagi.
Minimnya vaksin di Distan Simalungun membuat sejumlah masyarakat melakukan pengadaan vaksin secara mandiri atau swadaya.
"Seperti di Tanah Jawa dan Hatonduhan, masyarakat telah melakukan swadaya untuk pengadaan vaksin. Kami tinggal menyuntikkan vaksin, lalu kita juga siapkan blanko surat keterangan bahwa hewan tersebut sudah divaksin," kata Resna.
Saat ini Distan Simalungun bekerja sama dengan kecamatan serta kantor desa untuk mengetahui populasi hewan penular rabies.
"Kita lakukan vaksinasi kepada masyarakat yang melapor ke kantor kepala desa. Dilakukan seperti itu agar kami mengetahui populasi hewan penular rabies (HPR) di desa tersebut," ungkap Resna.
Sebelumnya, Distan Simalungun telah melakukan vaksinasi sekira 5000 ekor hewan penular rabies.
Resna merinci di Kecamatan Raya, sekira seribu ekor anjing telah divaksin, di Dolog Masagal 1000 ekor, di Raya Kahean 200 ekor, di Tanah Jawa 300 ekor, di Panei 150 ekor, di Dolok Pardamean 500 ekor dan 150 ekor di Sidamanik.
"Kemudian, 300 ekor di Kecamatan Siantar, 100 ekor di Bandar Huluan, 500 ekor di Purba, 300 ekor di Haranggaol Horison, 150 ekor di Silimakuta, 150 ekor di Pamatang Silimakuta dan 200 ekor di Dolok Silau," jelas Resna.
Sementara kasus gigitan hewan penular rabies di Simalungun sejak Januari hingga Juli 2023 mencapai 461 orang, dengan 4 di antaranya meninggal dunia.
Hanya saja, meningkatnya kasus Rabies serta terbatasnya stok vaksin rabies tidak membuat masyarakat terutama pemilik anjing khawatir.
Seperti yang disampaikan salah seorang warga Desa Sitalasari Kecamatan Siantar, B. Purba yang mengaku anjing peliharaannya tidak pernah diberikan vaksin anti rabies sebab tidak pernah menyerang orang lain atau binatang lainnya.
"Belum pernah suntik rabies anjing saya, karena tidak pernah menggigit orang dan anjing lainnya," tutur Purba.
Ia mengaku tidak terlalu khawatir jika seandainya hewan peliharaanya terjangkit virus tersebut serta membuat orang lain terluka.
"Saya tidak terlalu khawatir kalau sampai menyerang orang lain, jika seandainya ada kasus, tinggal pukul atau dimatikan saja," katanya dengan santai kepada PARBOABOA.
Berbeda dengan Purba, warga lain Ros Saragih menyebutkan hewan peliharaan miliknya tidak pernah dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasannya.
Hewan peliharaannya selalu berada di halaman rumahnya dan kalau dibawa keluar menggunakan tali pengekang.
"Tidak pernah kubiarkan itu keluar halaman rumah, walaupun keluar selalu pakai tali pengekang supaya tidak bebas pergerakannya," ungkapnya.
Ketika ditanya vaksinasi anjing peliharaannya, Ros mengaku tidak pernah mendapat vaksinasi dari Pemerintah. Meski begitu, Ros selalu membawa hewan ternak miliknya ke dokter hewan swasta untuk melakukan vaksinasi.
"Selalu bawa ke dokter swasta, karena kalau nunggu dari Pemerintah pasti membutuhkan waktu lama," imbuhnya.
Berdasarkan data Kemenkes, periode 2016-2020, Sumatra Utara menjadi satu dari lima daerah tertinggi kasus Rabies di Indonesia.
Provinsi dengan kasus kematian tertinggi akibat rabies terjadi di Sulawesi Utara dengan 76 kasus, disusul Kalimantan Barat 75 kasus, Sulawesi , Sulawesi Selatan 61 kasus, Nusa Tenggara Timur 44 kasus dan Sumatra Utara 40 kasus.
Editor: Kurniati