Nuklir Masuk Radar Energi Nasional, PLTN Pertama Ditargetkan 2030

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. (Foto: Instagram/@bahlillahadalia)

PARBOABOA, Jakarta - Indonesia bersiap memasuki babak baru dalam sektor energi. Pemerintah menargetkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mulai beroperasi pada 2030 atau paling lambat 2032.

Dinilai sebagai energi baru yang murah dan ramah lingkungan, nuklir digadang-gadang menjadi solusi untuk ketahanan energi nasional ke depan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia direncanakan dimulai pada tahun 2030.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) dalam sidang perdana Anggota DEN Tahun 2025 yang digelar di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Sidang tersebut dihadiri oleh anggota DEN dari unsur pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Bahlil menjelaskan bahwa Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 tengah difinalisasi untuk diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Salah satu poin penting dalam RUPTL itu adalah dimasukkannya PLTN sebagai bagian dari bauran energi nasional.

"PLTN kita mulai 'on' itu 2030 atau 2032. Maka dari itu, semua regulasi yang terkait harus segera dipersiapkan," tegas Bahlil.

Lebih lanjut, Bahlil menyebut PLTN sebagai bentuk energi baru yang murah dan cocok untuk memperkuat sistem kelistrikan nasional.

Selain itu, penggunaan nuklir akan membantu menekan konsumsi listrik dari sumber berbasis fosil.

Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi secara masif kepada masyarakat agar tidak ada kesalahpahaman mengenai pemanfaatan energi nuklir.

Edukasi ini dinilai krusial untuk membangun kepercayaan publik terhadap teknologi ini.

Tak hanya PLTN, sidang juga menyoroti isu Cadangan Penyangga Energi (CPE). Bahlil membeberkan, konsumsi minyak nasional saat ini berada di angka 1,5 - 1,6 juta barrel per hari.

Sayangnya, produksi nasional hanya mencapai 580.000 - 610.000 barrel per hari.

Presiden Prabowo pun menginstruksikan pembangunan kilang baru berkapasitas 1 juta barrel guna memperkuat ketahanan energi.

Untuk itu, akan dibentuk tim lintas lembaga yang terdiri dari Kementerian ESDM, SKK Migas, Pertamina, dan DEN untuk mengkaji proyek tersebut secara mendalam.

Sidang Anggota DEN Tahun 2025 juga dihadiri oleh pejabat dari berbagai kementerian seperti Pertanian, Pendidikan Tinggi, Perhubungan, Keuangan, Perindustrian, dan Lingkungan Hidup.

Hadir pula perwakilan dari pemangku kepentingan energi nasional, termasuk Plt. Sekjen DEN Dadan Kusdiana.

Mengapa PLTN Jadi Pilihan Indonesia?

Ketergantungan Indonesia pada energi fosil seperti batu bara dan gas membuat pemerintah mencari sumber energi alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan.

PLTN dinilai sebagai solusi yang menawarkan kapasitas besar, stabilitas pasokan, dan rendah emisi karbon.

Namun, risiko dari energi nuklir seperti potensi radiasi dan limbah radioaktif tetap menjadi perhatian utama.

Oleh karena itu, persiapan teknologi dan infrastruktur harus dilakukan secara menyeluruh.

BATAN dan Kementerian ESDM telah memulai studi kelayakan dan pemetaan lokasi strategis, khususnya wilayah pesisir untuk mempermudah sistem pendinginan reaktor.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat setidaknya ada 28 wilayah yang berpotensi untuk pembangunan PLTN.

Beberapa di antaranya adalah Bangka Belitung dan Kalimantan Barat, terutama di sekitar Pantai Gosong.

Kalimantan Barat sendiri diperkirakan memiliki potensi kapasitas listrik mencapai 70 GW hingga tahun 2060.

Kriteria utama pemilihan lokasi termasuk stabilitas geologis, ketersediaan air, dan jarak dari pemukiman penduduk demi keamanan.

Teknologi Rusia

Praktisi migas Hadi Ismoyo menyarankan Indonesia menjajaki kerja sama dengan Rusia dalam pengembangan PLTN.

Menurutnya, Rusia memiliki teknologi PLTN yang tangguh dan bisa membantu Indonesia merealisasikan target operasional pada 2030, lebih cepat dari rencana awal.

Sebagai produsen energi nuklir terbesar dunia, Rusia menghasilkan lebih dari 215 ribu TWh listrik nuklir pada 2020, setara 20,28% dari total listrik nasionalnya. Kapasitas reaktor nuklir mereka mencapai 29,4 GW.

Kementerian ESDM sesungguhnya tengah membuka peluang investasi Rusia untuk proyek PLTN Indonesia.

Hal ini menjadi salah satu agenda utama dalam Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia yang digelar di Jakarta pada Selasa (15/4/2025).

Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyebut bahwa minat Rusia terhadap proyek PLTN di Indonesia sudah cukup lama.

Namun, prosesnya masih terus dipertimbangkan dengan matang dari sisi regulasi dan komitmen jangka panjang.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS