PARBOABOA, Jakarta - Para pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar kawasan Pasar Senen diduga membayar iuran kepada oknum petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Hal itu diungkapkan oleh salah satu pedagang yang biasa berjualan di kawasan Pasar Senen. Ia mengatakan bahwa setiap hari dirinya membayar uang senilai Rp10 ribu rupiah kepada pedagang lain yang disebut sebagai koordinator.
“Sepuluh ribu ke tukang es, kan dia yang punya parkiran sini,” ucapnya.
Ia mengatakan bahwa tempat dirinya berjualan itu dimiliki oleh seseorang. Padahal dari pantauan Parboaboa, yang dimaksud pedagang itu adalah trotoar dan jalan raya.
“Disini tuh ada yang punya lapak parkiran ini,” katanya.
Ia mengatakan, setelah uang disetorkan ke salah satu koordinator, uang tersebut nantinya diserahkan ke pihak Satpol PP.
“Ya ke Satpol PP,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan pedagang yang biasa mangkal di sekitaran Stasiun Pasar Senen. Ia mengaku tiap harinya menyetorkan uang senilai Rp10 ribu ke pedagang lain yang nantinya akan diserahkan ke petugas Satpol PP.
“Setiap hari bayar, sepuluh. Seperti ini dikumpulin gitu kasih ke Pol PP nya gitu,” ucapnya.
Andi, petugas Satpol PP Kelurahan Senen yang biasa bertugas di lokasi, mengaku tidak mengetahui persoalan tersebut.
“Ya cuma penyelenggara di lapangan doang. Nggak tahu (ada pengutipan),” ujar Andi kepada Parboaboa, Rabu (21/12/2022).
Andi berharap, apa yang disebut para pedagang itu tidak benar adanya.
Trotoar dan badan jalan dipenuhi pedagang kaki lima
Berdasarkan Pantauan Parboaboa, trotoar dan bahu jalan di sekitar kawasan Pasar Senen, Taman HKSN, Gelanggang Olahraga Jakarta Pusat dan Stasiun Pasar Senen, ramai dipenuhi pedagang kaki lima. Bahkan tidak sedikit pedagang yang lapaknya hampir memenuhi seluruh badan trotoar dan ada juga yang menggelar tikar.
Tentu saja hal itu mengganggu pejalan kaki dan sangat tidak ramah bagi penyandang disabilitas terutama tunanetra. Padahal, diketahui di lokasi tersebut banyak anggota Satpol PP yang sedang bertugas.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta nomor 8 tahun 2007 Pasal 25 Ayat 2 Tentang Ketertiban Umum menyatakan, “Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Untuk sanksi sendiri dituangkan dalam Pasal 61 ayat 2 dengan kurungan maksimal 90 hari dan denda maksimal Rp30 juta rupiah.
Hanya formalitas
Andi mengatakan, pihaknya setiap hari menggelar operasi penertiban pedagang kaki lima yang menggelar lapaknya di trotoar maupun badan jalan sekitar kawasan Pasar Senen. Namun, meski sudah ditertibkan, para pedagang itu kembali dan menggelar lapak jualannya kembali.
“Kita ada giat setiap harinya itu jam empat penertiban. Biasanya ada setiap hari,” ucap Andi.
Operasi penertiban tersebut biasa dilakukan oleh Koramil, Dinas Perhubungan, Satpol PP dan Polsek yang biasa disebut tiga pilar.
“Kita gabung tiga pilar juga kok itu penertiban dari Koramil, Dishub, Pol PP, dari Polsek kita sering setiap hari,” kata Andi.
Di sisi lain, pedagang menilai penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP adalah hal biasa, bahkan menganggap penertiban itu hanya formalitas saja.
“Kalau Satpol PP sama kepalanya hanya formalitas doang memantau ini. Kalau ada camat baru dia operasinya gede-gedean,” ujar salah satu pedagang.
Koalisi Pejalan Kaki: Ada kegagalan penegak hukum dan penyedia ruang
Terpisah, Ketua Koalisi Pejalan Kaki (Kopeka) Alfred Sitorus mengungkapkan, para pedagang yang tumpah ruah ke jalan raya dan melanggar regulasi di kawasan Pasar Senen sudah ada sejak Pasar Senen berdiri.
Masalah itu, kata dia, merupakan penyakit yang sudah menjangkit di Ibu Kota, seolah tidak ada obatnya. Tidak hanya di Senen, bahkan di Tanah Abang dan Sarinah juga hal serupa banyak ditemui.
"Jadi kami mengidentifikasi bahwa ada oknum-oknum tertentu, baik itu berseragam maupun ormas yang memanfaatkan para pedagang. Padahal kalau itu legal kan tinggal retribusi harusnya kan. Jadi bisa masuk ke pendapatan daerah," ungkap Alfred saat dihubungi Parboaboa, Kamis (22/12/2022).
Lebih lanjut, Alfred mengaku tidak terganggu dengan kehadiran para PKL, tetapi justru terganggu dengan sirkulasi oknum yang memanfaatkan pedagang dengan label 'uang keamanan' tersebut.
“Kita tidak menghakimi si pedagang kaki limanya. Koalisi pejalan kaki itu tidak pernah alergi dengan PKL (pedagang kaki lima), kami dukung sirkuler ekonomi itu tetap berjalan. Namun, kami tidak mendukung ketika ada regulasi yang ditabrak akibat dari ketidakbecusan (pemerintah) mengurus pedagang kaki lima, di mana mereka harus mendapatkan sesuai dengan fungsinya, kan itu yang paling utama,” ungkap Alfred saat dihubungi Parboaboa, Kamis (22/12/2022).
Alfred mengaku pihaknya kecewa akan hal sirkulasi kotor itu. Ia berharap agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuat langkah tepat dengan memfasilitasi para pedagang kaki lima.
“Kami sangat kecewa soal itu dan kami berharap proses ini bisa mengubah tipikal warga yang menggunakan fasilitas publik sebagai tempat mereka mencari nafkah. Jadi dengan difasilitasi (agar) tidak melanggar aturan, saya kira itu yang lebih tepat yang bisa dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta,” tuturnya.
Alfred menilai, dalam hal ini ada kegagalan penegak hukum termasuk penyedia ruang bagi para pedagang kaki lima yang melanggar aturan di kawasan Pasar Senen.
“Jadi disini ada kegagalan dari penegak hukum dan juga penyedia ruang bagi mereka,” tutup Alfred.