PARBOABOA, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia mengingatkan pemberian insentif dari Pemerintah melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada perusahaan yang melakukan instrumen ramah lingkungan harus diikuti dengan penegakan hukum.
Menurut Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, Fanny Tri Jambore Christanto, insentif kepada perusahaan ramah lingkungan bisa menghindari kerusakan lingkungan.
"Namun, insentif kepada pengusaha yang mendorong transisi energi dan EBT (energi baru terbarukan) harus diikuti penegakan hukum untuk menghindari kerusakan lingkungan dan dampak sosial di masyarakat dari penerapan teknologi yang dibawa pengusaha," tegasnya kepada PARBOABOA, Jumat (8/9/2023).
Fanny menilai, pembangunan pembangkit listrik tenaga EBT di Indonesia masih sering menyebabkan dampak pada lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.
"Seperti semburan gas dan kerusakan air akibat PLTP Geothermal, penenggelaman kampung akibat PLTA dan sebagainya," ungkapnya.
Penegakan hukum untuk memberikan insentif bagi perusahaan ramah lingkungan ini, lanjut Fanny, untuk menghindari beban lingkungan terdampak.
"Pemberian insentif dari pemerintah sebagai pelaku usaha EBT harus dibarengi upaya lain seperti mendorong demokratisasi dan desentralisasi energi, menguatkan upaya konversi energi dan penegakan hukum untuk menghindarkan beban dampak lingkungan, sosial dan ekonomi terjadi di masyarakat terdampak," jelas dia.
Fanny mengingatkan, kebijakan transisi energi baru terbarukan harus mempunyai pendekatan ekonomi karena sumber energinya berasal dari alam dan mampu memproduksi tingkat energi lebih tinggi daripada yang dikonsumsi.
"Kita melihat bahwa dalam pilihan kebijakan transisi energi, pemerintah masih memiliki kecondongan kuat pada pelaku usaha besar dan pendekatan ekonomi yang dipakai juga belum memasukkan instrumen biaya eksternalitas," jelasnya.
Apalagi, lanjut dia, salah satu masalah dunia saat ini adalah krisis iklim karena kondisi yang mengacu pada perubahan ekstrem jangka panjang terkait suhu dan pola cuaca.
"Salah satu alasan transisi energi adalah ancaman krisis iklim dan kerusakan lingkungan, sehingga melakukan transisi energi harusnya mempertimbangkan langkah untuk tidak mengulang kerusakan yang sama yang disebabkan oleh penggunaan energi fosil," ungkap dia.
Sebelumnya, Kementerian Investasi/BKPM disebut akan memberikan insentif bagi perusahaan yang melakukan instrumen ramah lingkungan di Indonesia.
Menurut Deputi bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal di Kementerian Investasi, Iwan Suryana, perubahan iklim menjadi tantangan terbesar pengembangan investasi di Indonesia saat ini.
Selain itu, Kementerian Investasi/BKPM juga menjadi koordinator investasi negara dan ikut mewujudkan target netralitas karbon nasional.