Netanyahu dan Gantz Berseteru, Perang dengan Palestina Semakin Memanas

Sosok Menteri Israel Benny Gantz yang mengundurkan diri dari pemerintahan Netanyahu (Foto: Instagram/@gantzbe)

PARBOABOA, Jakarta - Pengunduran diri Menteri Israel, Benny Gantz dari kabinet perang Israel pada Minggu (09/06/2024) mengagetkan publik luas. 

Keputusan ini diambil di tengah situasi perang yang genting, di mana para sandera masih berada di Palestina dan tentara Israel terus berperang.

Mengutip laman Reuters, Senin (10/06/2024), Gantz mengkonfirmasi alasan pengunduran dirinya dikarenakan kebijakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang kontroversial. 

Menurutnya, Netanyahu telah menghalangi mereka untuk mencapai kemenangan atas Palestina.

Menanggapi pernyataan tersebut, Netanyahu melalui unggahan di media sosial menegaskan bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk meninggalkan medan perang.

Sebulan sebelumnya, Gantz pernah meminta Netanyahu untuk menetapkan strategi perang yang jelas di Palestina dengan tenggat waktu hingga 8 Juni. 

Hal tersebut dibuat mengingat militer Israel telah melakukan operasi terhadap kelompok Hamas. Namun, ultimatum Gantz langsung ditolak Netanyahu.

Sebagai informasi, Gantz adalah satu-satunya kekuatan partai berhaluan tengah dalam koalisi sayap kanan yang memimpin perang di Israel. 

Sebelumnya, partai berhaluan tengah telah memperluas bantuan untuk pemerintah Israel di dalam dan luar negeri. 

Kontribusi mereka sangat penting saat tekanan diplomatik dan domestik akibat perang yang berlangsung selama delapan bulan terakhir.

Mundurnya Gantz diprediksi memberikan dampak besar bagi pemerintahan Israel di tengah eskalasi konflik dengan Palestina, khususnya berhadapan dengan tekanan global.

Netanyahu kini harus bergantung pada kelompok garis keras, yang dapat memperpanjang konflik di Palestina dan meningkatkan kemungkinan perang dengan kelompok Hizbullah di Lebanon.

Meskipun koalisi Netanyahu masih mendominasi parlemen dengan 64 dari 120 kursi, ketergantungan yang lebih besar pada partai ultranasionalis dapat memicu ketegangan baru. 

Pemimpin partai ultranasionalis ini pernah menyulut amarah Amerika Serikat (AS) karena sering menyerukan pendudukan Israel di wilayah Gaza.

Menurut Reuters, situasi politik di Israel memungkinkan terciptanya ketegangan baru dengan AS dan meningkatkan tekanan publik di dalam negeri. 

Dengan kampanye militer selama berbulan-bulan, lanjut Reuters, upaya menghancurkan Hamas dan mengembalikan lebih dari 100 sandera di Gaza masih belum tercapai. 

Keputusan Gantz untuk mundur dari pemerintahan Netanyahu menandakan situasi politik yang semakin kompleks bagi Israel di masa mendatang.

Benny Gantz: Dari Militer ke Politik Israel

Benjamin "Benny" Gantz lahir pada 09 Juni 1959 di Kfar Ahim, Israel. Ia adalah tokoh penting dalam militer dan politik Israel. 

Sebagai Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) ke-20 dari 2011 hingga 2015, Gantz memimpin berbagai operasi militer dan memperoleh reputasi sebagai pemimpin tangguh.

Pada Desember 2018, Gantz mendirikan Partai Ketahanan Israel. Partai ini kemudian berkoalisi dengan Telem dan Yesh Atid untuk membentuk Kachol Lavan, yang berarti "Biru dan Putih". 

Aliansi ini menawarkan berbagai reformasi politik, termasuk batasan masa jabatan perdana menteri, larangan bagi politikus yang didakwa untuk menjabat di Knesset, dan negosiasi damai dengan Otoritas Palestina.

Lahir dari orang tua imigran- ibunya penyintas Holocaust dari Hungaria dan ayahnya dari Rumania, Gantz dibesarkan di komunitas pertanian Kfar Ahim. 

Ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Shafir dan HaKfar HaYarok, kemudian melanjutkan ke IDF Command and Headquarters College dan National Security College

Ia meraih gelar sarjana sejarah dari Universitas Tel Aviv dan gelar magister dalam ilmu politik dari Universitas Haifa dan Manajemen Sumber Daya Nasional dari Universitas Pertahanan Nasional di AS.

Karir militer Gantz dimulai pada 1977 sebagai penerjun payung di Brigade Pasukan Terjun Payung. 

Ia terlibat dalam berbagai operasi penting, termasuk Operasi Salomo pada 1991 yang mengevakuasi 14.000 Yahudi Ethiopia ke Israel. 

Gantz juga menjabat sebagai atase militer Israel di AS dari 2005 hingga 2009 sebelum menjadi Wakil Kepala Staf Umum.

Ia diangkat sebagai Kepala Staf Umum IDF pada 2011 dan mendapat pujian dari Perdana Menteri Netanyahu sebagai perwira dan komandan yang berpengalaman. 

Dengan latar belakang militer yang kuat dan visi politik progresif, Gantz turut mengambil peran penting dalam membentuk masa depan Israel.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS