Penyelundupan Narkotika Marak di Wilayah Perbatasan, Apa yang Harus Dilakukan BNN?

Pertemuan antara BNN dan pimpinan negara Sarawak yang membahas permasalahan narkotika di perbatasan (Foto: Instagram/@infobnn_ri)

PARBOABOA, Jakarta - Wilayah perbatasan Indonesia kerap menjadi jalur peredaran narkotika.

Sejumlah langkah preventif telah diupayakan pemerintah untuk mencegah masifnya peredaran 'barang-barang haram' tersebut. 

Badan Narkotika Nasional (BNN), misalnya mencanangkan agenda pengawasan peredaran narkotika sebagai salah satu prioritas utama.  

Dengan memanfaatkan kondisi geografis yang unik, BNN fokus pada strategi penguatan wilayah perbatasan untuk menghalangi masuknya narkotika. 

Menurut Kepala BNN RI, Komjen Pol. Marthinus Hukom, sekitar 80 persen penyelundupan narkotika dari luar negeri umumnya terjadi melalui jalur laut. 

"Dari data yang kami peroleh, sebanyak 80 persen penyelundupan narkotika dari luar negeri dilakukan melalui jalur laut," ungkap Marthinus dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (08/07/2024).

Dengan panjang garis pantai mencapai 85 ribu kilometer, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memungkinkan rentannya kasus penyelundupan narkotika.

Marthinus lantas menekankan pentingnya pengawasan wilayah perbatasan, secara khusus di Pulau Kalimantan dan perbatasan laut di Selat Malaka.

"Penguatan wilayah perbatasan sangat penting mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang berpotensi menjadi 'pintu masuk' dan jalur peredaran gelap narkotika," tambahnya.

Hal tersebut bertujuan untuk menghalangi peredaran gelap narkotika yang memanfaatkan jalur-jalur tersebut.

Selain memperkuat pengawasan di perbatasan, ia juga menitikberatkan pencegahan melalui fungsi pengawasan keluarga dan lingkungan teman sebaya. 

Berdasarkan hasil survei, banyak remaja yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika disebabkan karena lemahnya ketahanan keluarga dan pengaruh lingkungan.

Pimpinan Delegasi Sarawak, Datu Felicia Tan Ya Hua, menyampaikan apresiasi atas upaya dan fasilitas yang dimiliki Indonesia dalam menangani permasalahan narkotika. 

Tan juga menyinggung pentingnya program rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika, termasuk warga negara asing. 

Ia berharap, kerjasama antara Indonesia dan Malaysia tidak berhenti disitu, melainkan sampai pada upaya untuk menangani proses rehabilitasi bagi penyandang narkotika.

Beberapa Kasus Aktual

Penelitian yang dilakukan Yulizar Gafar (2012) membenarkan peredaran narkotika internasional yang masuk ke Indonesia umumnya melalui jalur-jalur perbatasan.

"Jaringan narkotika internasional terus berusaha menemukan cara untuk masuk ke Indonesia dan menjadikannya sebagai pasar potensial," tulisnya.

Dalam data BNN, terdapat 6,8 kg narkotika jenis shabu pernah diamankan Polisi Sanggau setelah lepas dari Bea Cukai Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Shabu ini dibawa oleh Tarmiji dan Hari Rabuan pada 02 April 2011 yang diduga lolos dari pengawasan Bea Cukai Entikong.

Dari hasil pengembangan kasus, terungkap bahwa shabu seberat 6,8 kg rencananya akan diserahkan kepada Dj, seorang warga Surabaya yang hingga kini masih menjadi buronan polisi.

Kasus lain adalah tertangkapnya warga negara Malaysia yang membawa narkotika jenis shabu seberat 4,0229 gram saat memasuki wilayah Indonesia di Kabupaten Kapuas Hulu. 

Dua masalah ini, lanjut Gafur timbul akibat lemahnya pengawasan dan keamanan di wilayah perbatasan. 

Kondisi tersebut diperparah oleh fasilitas yang tidak memadai serta kurangnya perhatian dari pemerintah pusat terhadap kebijakan di area perbatasan. 

Akibatnya, terjadi kesenjangan antara masyarakat di wilayah perbatasan dengan masyarakat kota di Indonesia. 

"Ketimpangan ini mendorong penduduk perbatasan mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, meskipun harus melanggar hukum," pungkas Gafur.

Dengan data tersebut, Gafur berharap agar BNN mampu bekerja lebih maksimal untuk menumpas jaringan narkotika sebagai bentuk kasus transnasional.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS