PARBOABOA, Jakarta - Aksi teror mengguncang Prancis sehingga memaksa militer mengerahkan ribuan pasukan untuk turut menjaga keamanan.
Masalah keamanan Prancis dipicu dua peristiwa kriminal besar yang terjadi dalam waktu yang berdekatan beberapa waktu lalu.
Pertama, kasus penikaman seorang guru oleh pria berusia 20 tahun pada Jumat (13/10/2023). Teror disusul dengan adanya ancaman bom yang menyasar Museum Louvre sehari setelahnya.
Kasus pertama terjadi Kota Arras, Prancis utara. Selain menyebabkan guru tewas, penikaman juga menyebabkan dua orang lainnya luka.
Tersangka penikaman diidentifikasi sebagai Mohamed M, mantan siswa sekolah menengah di Lycee Gambetta, tempat serangan terjadi.
Dia merupakan warga Chechnya kelahiran Rusia. Namun, beberapa media Prancis, pelaku disebut sebagai kaum Ingush kelahiran Rusia.
Dari keterangan jaksa Jean-Francois Ricard, para saksi menyebut ada teriakan 'Allahu Akbar' saat serangan terjadi.
Atas dasar hal itu, penyelidikan kasus ini diserahkan ke kantor kejaksaan anti-terorisme.
Dalam penyelidikan terungkap, penyerang masuk dalam daftar orang-orang yang diawasi negara, Fiche S.
Mereka yang masuk daftar ini dinilai berpotensi menimbulkan risiko keamanan.
'Fiche S' berisi ribuan nama dan hanya sejumlah kecil yang dipantau secara aktif.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin mengatakan, pria tersebut telah dipantau oleh badan intelijen. Teleponnya juga telah disadap selama beberapa hari terakhir sebelum aksi penyerangan.
Sebuah sumber keamanan juga mengatakan, kakak laki-laki tersangka penyerang menjalani hukuman penjara karena hubungannya dengan jaringan militan Islam dan mengagung-agungkan tindakan teroris.
Sedangkan dalam kasus kedua, ancaman bom memaksa semua orang di Museum Louvre, Istana Versailles dan stasiun kereta Gare de Lyon di Paris dievakuasi pada Sabtu (14/10/2023).
Namun, setelah penyelidikan, terbukti ancaman itu palsu.
Atas dasar dua aksi teror tersebut, Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah memerintahkan 7.000 tentara untuk dimobilisasi demi meningkatkan patroli keamanan.
Tentara akan dimobilisasi pada Senin (16/10/2023) malam hingga pemberitahuan lebih lanjut sebagai bagian dari operasi berkelanjutan.
Sebelumnya, operasi keamanan semacam ini telah secara rutin dilakukan di pusat kota besar dan lokasi wisata.
Aksi Teror di Prancis terkait dengan Perang Hamas-Israel
Mendagri Darmanin, pada Jumat mengatakan, serangan di Arras terkait dengan peristiwa di Timur Tengah, di mana Israel melakukan serangan militer untuk membasmi pejuang Hamas.
Maka dari itu, pemerintah telah mengidentifikasi 189 tindakan anti-Semit sejak Sabtu lalu.
Selain itu, 65 penangkapan telah dilakukan hingga beberapa asosiasi pro-Hamas akan dibubarkan.
Prancis Jadi Sasaran Aksi Terorisme
Selama bertahun-tahun, Prancis telah menjadi sasaran serangkaian serangan Islam.
Aksi terorisme terburuk pecah pada November 2015, saat pria bersenjata dan pelaku bom bunuh diri beraksi di tempat hiburan dan kafe di Paris.
Sedikitnya 130 orang tewas dan lebih dari 350 orang terluka dalam aksi mencengangkan itu.
Sementara itu, serangan terkait terorisme juga pecah pada 2020.
Saat itu, seorang guru, Samuel Paty, dipenggal oleh seorang remaja Chechnya.
Dalam penyelidikan diketahui, pelaku ingin membalas dendam atas penggunaan kartun yang mengejek Nabi Muhammad di kelas kebebasan berekspresi.