PARBOABOA, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti Radian Syam menyarankan pemerintah untuk tidak menunda penyelenggaraan Pemilu 2024 meskipun Indonesia mulai memasuki masa resesi ekonomi pada tahun depan.
”Kita harus tetap melaksanakan Pemilu 2024, karena KPU dan Bawaslu sudah mulai menjalankan kewenangannya yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Bahkan Bawaslu sudah mulai melakukan tahapan rekrutmen Panwascam,” ujar Radian Syam dalam keterangannya, Kamis (13/10/2022).
Radian mengatakan, meskipun Indonesia mengalami resesi ekonomi, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan menunda Pemilu 2024 karena pemilu merupakan hak konstitusional rakyat Indonesia yang jelas diatur dengan baik di dalam Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 22E UUD NRI 1945.
“Setidaknya kondisi resesi sudah diperhitungkan dan pemilihan umum (Pemilu) 2024 pun sudah dipersiapkan jauh sebelumnya,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif IndiGo NetWork menyebut, salah satu parameter demokrasi yakni, adanya siklus pergantian kepemimpinan yang dilaksanakan melalui proses pemilu secara teratur. Menurutnya, penyelenggaraan pemilu di Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
Apalagi, ada kurang lebih 271 daerah yang harusnya menjalankan pilkada di tahun 2022 dan 2023 ditunda hingga November 2024.
Ia berharap, para elite parpol yang ada dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf untuk tetap menjaga soliditas hingga 2024 dengan tidak menggulirkan isu penundaan pemilu.
”Saya berharap agar para elite parpol yang ada di dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf untuk tetap menjaga soliditas hingga 2024. Jangan mencoba menggulirkan isu penundaan pemilu, serta jika ada parpol yang sudah menyampaikan nama capresnya itu bagian dari dinamika politik, agar kemudian rakyat juga memiliki banyak kesempatan untuk melihat para capresnya,” ucapnya.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengatakan resesi dapat menyebabkan ekonomi global merugi hingga US $4 triliun pad 2026. Seiring dengan resesi, IMF pun menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,9% pada 2023.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menilai prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Ia menyebut akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara maju dengan keuangan terkuat, seperti Eropa, Cina, hingga Amerika Serikat.
Kristalina mengatakan, kondisi tersebut dapat mengurangi permintaan terhadap ekspor. Alhasil negara-negara berkembang dapat terpukul setelah di samping tertekan oleh harga pangan dan energi.