PARBOABOA, Pematangsiantar – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran mendapat perhatian khusus dari konten kreator tanah air, tidak terkecuali dari Pematangsiantar.
Dalam wawancara eksklusif dengan Parboaboa, Senin (10/6/2024), konten kreator asal Pematangsiantar, Putri Rachel menyampaikan kekecewaannya atas draf RUU Penyiaran tersebut.
Pasalnya, terdapat beberapa aturan baru terkait penyelenggaraan platform digital.
Sebut saja Pasal 34 F ayat 2 yang mengatur bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Pasal ini dinilai mencederai UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang berisi setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
"Ini konten kami, loh. Kita harusnya bebas dalam menyampaikan pendapat bahkan berekspresi. Media sosial (medsos) punya kami, tanggung jawabnya ada sama kami," tegas Rachel saat ditanya perihal pasal tersebut.
Menurut Rachel, dengan membatasi kebebasan berekspresi itu bisa mengurangi kreativitas para konten kreator.
Apalagi, kemudahan mengakses dan mengunggah konten di media sosial itu merupakan nilai lebih bagi mereka yang ingin berkecimpung di medsos.
Bukan hanya itu, Rachel menilai draf revisi ini juga mempersulit mereka sebagai konten kreator. "Masa mau buat konten aja harus lapor, kirim ke mereka," ungkap Rachel.
Regulasi yang berlaku apabila RUU ini disahkan juga akan memperumit dan justru bertele-tele.
"Kami udah ada editor yang menjaga kualitas konten, terus harus lapor ke mereka? Ribet nggak sih?" celetuknya.
Rachel menambahkan bahwa konten yang mereka buat itu merupakan seni yang tidak punya standar penilaian.
Dia pun meragukan kualitas dan kompetensi orang-orang yang ditugaskan untuk menilai konten yang dihasilkan para kreator.
"Apakah yang menilai dan memverifikasi punya jam terbang yang bagus sebagai konten kreator makanya harus ngirim dulu ke mereka?" ucapnya.
Puteri Pendidikan Sumatera Utara 2020, Marienta Simamora, juga sependapat. Marin, begitu panggilannya, menganggap bahwa RUU ini berpotensi menjadi kendala baru dalam berkonten.
"Kalau aja mereka udah ngerjain konten ternyata harus diverifikasi dulu dan tidak sesuai SIS, pastinya jadi capek dong. Seperti sia-sia," kata Marin kepada Parboaboa, Selasa (11/6/2024).
Marin yang juga aktif di medsos tidak menampik bahwa media sosial sudah tidak lepas dari kehidupan sekarang. Bukan hanya orang dewasa, orang tua dan anak-anak pun semakin aktif dalam bermedia sosial.
Marin juga menyoroti perkembangan pola pikir anak zaman sekarang.
Menurutnya, persentase waktu anak-anak yang sangat tinggi dalam bermain media sosial, juga maraknya konten-konten negatif, seharusnya bisa menjadi fokus dari pemerintah. Bukan malah mempersulit pengunggahan konten.
Dia menjelaskan, kalau konten yang dibuat tidak layak untuk ditonton oleh anak-anak, “pasti berpengaruh ke anaknya," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Pematangsiantar, Johannes Sihombing, menolak untuk berkomentar soal draf revisi RUU Penyiaran tersebut.
Johannes mengatakan bahwa draf revisi RUU Penyiaran tersebut di luar wewenang instansinya.
"Itu (draf revisi RUU Penyiaran) terkait teknis. Bukan tanggung jawab kami," ungkap Johannes kepada Parboaboa, Senin (10/6/2024).
Namun, Johannes tetap mengajak masyarakat untuk bijak dalam membuat konten di media sosial. Ia berharap penyebaran informasi di Pematangsiantar juga tersampaikan dengan baik agar masyarakat mendapatkan edukasi.