PARBOABOA, Jakarta - Ketahanan pangan nasional menjadi salah satu isu krusial yang ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir.
Alasannya, Presiden Prabowo memiliki komitmen menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia melalui mekanisme swasembada pangan berkelanjutan.
Prabowo menegaskan komitmen tersebut dalam pidato perdananya sebagai Presiden Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD pada Minggu, (20/10/2024).
Dalam pidatonya, ia mengungkapkan bahwa Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan ketidakstabilan global dengan memastikan pasokan pangan tetap terjaga.
"Saya yakin, dalam waktu empat hingga lima tahun ke depan, kita akan mencapai swasembada pangan. Bahkan, kita berpeluang besar menjadi lumbung pangan dunia," ungkapnya.
Untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan nasional yang semakin kompleks, Badan Pangan Nasional (BPN) terus meningkatkan sinergi melalui pendekatan pentahelix.
Strategi tersebut dibangun atas kerja sama antara BPN bersama Kementerian Pertanian, Kehutanan, Kelautan, serta Badan Pangan dan Gizi Nasional guna menjaga stabilitas pangan nasional.
Menurut Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi BPN, Nita Yulianis, pendekatan pentahelix melibatkan lima sektor utama, yaitu pemerintah, sektor bisnis, komunitas, akademisi, dan media.
"Penyediaan pangan bersifat strategis secara nasional. Sinergi pentahelix menjadi langkah kunci dalam menjaga rantai pasok pangan dari produksi hingga konsumsi agar tetap stabil," ungkap Nita dalam dialog Forum Merdeka Barat (FMB9) bertajuk ‘Makan Bergizi Gratis, Pasokan Pangan Cukupkah?’, Senin (11/11/2024).
Upaya BPN dalam memperkuat ketahanan pangan nasional difokuskan pada peningkatan produksi dalam negeri agar tak sepenuhnya bergantung pada impor.
Berdasarkan data USDA tahun 2022, Indonesia tercatat sebagai produsen beras terbesar keempat di dunia, atau menyumbang sekitar 6% dari total produksi beras global.
"Produksi beras nasional telah mencapai 31.540 ton, yang menjadi modal utama bagi BPN untuk mewujudkan ketahanan pangan yang lebih kokoh," tambah Nita.
Selain mengupayakan peningkatan produksi, BPN juga berkomitmen menjaga stabilitas harga di tingkat produsen dan konsumen.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan para petani tetap mendapat insentif yang layak melalui pengelolaan harga yang berimbang.
Saat ini, Nilai Tukar Petani (NTP) masih berada di bawah 100, yang menunjukkan bahwa pendapatan petani masih rendah dan perlu ditingkatkan.
Langkah stabilisasi harga diharapkan dapat menjaga harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat sekaligus memberikan keuntungan yang memadai bagi petani sebagai produsen.
“Kami berupaya menjaga keseimbangan agar masyarakat dapat membeli pangan dengan harga yang wajar, dan di sisi lain, petani tetap mendapat keuntungan,” jelas Nita.
BPN juga menekankan pentingnya potensi pangan lokal Indonesia yang beragam sebagai alternatif sumber karbohidrat, selain beras.
Melalui kampanye Gerakan B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman), BPN mendorong masyarakat untuk mengenali dan mencintai pangan lokal.
“"Selain beras, Indonesia kaya akan sumber pangan lainnya, seperti umbi-umbian dan sagu. Penting bagi masyarakat untuk menyadari keberagaman ini,” tutur Nita.
Di samping itu, BPN menggagas gerakan “Stop Boros Pangan” sebagai langkah edukasi untuk mengurangi pemborosan pangan.
Setiap tahun, tercatat sekitar 10 juta ton pangan terbuang sia-sia yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan gizi masyarakat.
Gerakan ini bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat agar lebih bijaksana dalam mengelola dan mengonsumsi pangan.
Sinergi pentahelix juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo, yang menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas utama pemerintah.
Melalui kolaborasi lintas sektor ini, BPN berharap dapat mengatasi berbagai tantangan dalam distribusi dan harga pangan secara lebih efektif.
Cadangan Pangan Pemerintah
Dalam kesempatan yang sama, Nita Yulianis, menekankan peran strategis cadangan pangan pemerintah (CPP) dalam menjaga stabilitas pasokan pangan.
Pernyataan Nita ditujukan khusus untuk meredam lonjakan harga dan memastikan ketersediaan bahan pokok saat kondisi darurat atau bencana.
Cadangan ini juga mendukung program makan bergizi gratis, yang bertujuan mengatasi masalah gizi dan stunting di wilayah rentan pangan, termasuk Papua.
Dalam skema CPP, program Makan Bergizi Gratis dinilai efektif mengatasi kerawanan gizi, terutama di daerah dengan indeks ketahanan pangan rendah.
Program tersebut menekankan pentingnya konsumsi pangan lokal seperti ubi, sagu, dan ikan, sesuai potensi sumber daya daerah.
"Optimalisasi kearifan lokal sangat penting, agar setiap daerah dapat mengembangkan pangan unggulannya sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pasokan dari luar," jelas Nita.
Nita juga menyoroti pentingnya edukasi terkait konsumsi pangan lokal untuk memperkuat ketahanan pangan berkelanjutan.
Bapanas mendukung kampanye konsumsi pangan bergizi seimbang dan aman melalui program edukasi di lebih dari 90 sekolah di 30 kabupaten/kota.
Gerakan Pangan Murah (GPM) dan kampanye 'Stop Boros Pangan' diinisiasi sebagai ajakan mengurangi pemborosan makanan, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pola konsumsi Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA).
"Langkah ini merupakan upaya besar untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi risiko kerawanan pangan," tegas Nita.
Dengan adanya kebijakan cadangan pangan yang strategis, dukungan anggaran, dan kolaborasi lintas pihak, pemerintah optimis mencapai ketahanan pangan berkelanjutan dan kemandirian pangan di masa depan.